POTRET LAMPAU MELAYU

Duhai ananda Melayu jati ...

Nan Berturai budi pekerti ,
Bergagan hidup sungguh berani, 
Bersyahadat ugama nan Islami,
Adat resam sanjungan negeri,
Bahasa santun hinggakan mati...

Duhai ananda Melayu jati ...

Elok elok lah meniti hayat,
Kitabullah dek sunnah pegangan sifat,
Pantang larang usah dikerat,
Adat Melayu jadikan tabiat,
Biar selamat dunia akhirat.

Kuuuur Semangat ...
Datang tuah, elok diuntung ...



Bernama lengkap Tengku Haji Muhammad Lah Husny ibni Tengku Haji Husin gelar Tengku Panglima Setia Raja. Temurun Tuanku Tawar dari Kejeruan Santun Serbajadi.

Lahir di Tanjung Pura (Langkat) pada 1915. Beliau adalah Sejarahwan & Budayawan Melayu yang kreatif. Banyak tulisannya dikutip oleh penulis-penulis berikutnya. Beberapa buku yang disusun oleh Tengku M Lah Husny, diantaranya adalah Lintasan Sejarah dan Budaya Melayu Pesisir- Deli Sumatera Timur 1612-1950, Butir-Butir Adat Budaya Melayu Sumatera Timur, Kisah dan Kasih Pujangga Amir Hamzah. Disamping menulis beberapa buku tentang Pekerjaan Umum.



Tengku Mansur Syah - Tengku Besar Negeri Kualuh. Tengku Besar Mansur Syah adalah salah seorang korban Revolusi Sosial pada Maret 1946 di Sumatera Timur, yang membunuh Kaum Bangsawan Melayu, Simalungun dan Karau. Kini Kualuh Leidong adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Labuhan Batu Utara - Sumatera Utara.


Upacara Penobatan Tuanku Sultan Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsyah .(1924-1945), Sultan ke-X Kesultanan Deli dan Permaisuri di atas pelaminan berterap tujuh


Saat mangkat Tuanku Sultan Makmun Al-Rasyid Perkasa Alam Syah (1873-1924), Sultan Negeri Deli. Tampak mufti Kesultanan membaca doa kubur.


Kesultanan Deli, 1909. Berpose di depan Pencaersada di halaman Kerapatan  - Medan, saat perayaan HUT Putri Juliana


Tanjung Katung (Singapura - 1900)


Salah satu bahagian dalam Istana Siak Seri Indrapura (1905)


Salah satu bahagian dalam Istana Siak Seri Indrapura (1905)

Salah satu bahagian dalam Istana Siak Seri Indrapura (1905)


Salah satu bahagian dalam Istana Siak Seri Indrapura (1905)


Silsilah Raja-Raja Melayu Riau dan Bugis

(Salah satu salinan dari Kitab Silsilah Melayu dan Bugis - Raja Ali Haji bin Raja Ahmad Riau)




H. Mohammad Said (di Labuhan Bilik 1905 – 26 April 1995). Usia 23 tahun, ia berangkat ke Medan. Lalu bekerja di Surat Kabar Tjin Po, setahun kemudian menjadi redaktur I di Surat Kabar Oetoesan Soematra, serta terus bergelut sebagai wartawan. November 1943 bekerja di Departemen Kebudayaan pemerintah sipil militer Jepang di Medan.  Di 1945 ia memimpin Pewarta Deli,  di 1946-1946 sebagai wakil Kantor Berita Antara di Sumatera., tahun 1947 menerbitkan Surat Kabar Waspada.

Selain  wartawan, H. Mohammad Said  adalah politikus, sejarawan , juga menulis buku berjudul "Aceh Sepanjang Abad" yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1961. Buku tersebut kini menjadi salah satu referensi bagi sejarahwan untuk mengetahui secara rinci tentang pergolakan di Aceh. Ia bersama istrinya Ani Idrus  adalah tokoh pers yang sangat nasionalis dan mengutamakan kepentingan rakyat



Prof (HC) Datuk Ahmad Baqi ( 17 Juli 1922 – 20 Januari 1999).

Putra dari Abdul Majid, Ulama  Kesultanan Deli. Ahmad Baqi dikenal sebagai pemusik dan pencipta lagu-lagu Melayu berirama nasyid ala padang pasir. Sejak tahun 1940-an, setidaknya telah menciptakan bertumpuk lagu dalam partiturnya. Atikah Rahman (Istri A Wahab Dalimunthe) yang bergabung dalam orkes El Suraya, menyanyikan lagu ‘Selimut Putih’ yang direkam kala itu dan sangat popular. Lagu tersebut merupakan arransemen langsung dari Ahmad Baqi dengan lirik Ustaz Haji Mohammad Ghazali Hasan.

Tidak sedikit lagu yang masih terhafal bagi peminat irama nasyid, adalah karya cipta dari Ahmad Baqi, sebut saja lagu ‘Madah Terakhir’.

“Sahabat, biarlah daku pergi, berjalan menuju Pangkalan …”, ini merupakan syair dari “Tersiksa Dalam Kenangan” yang diciptakan maestro musik religi Sumatera Utara ini. Lagu itu diciptakan Ahmad Baqi, sesaat sebelum ia mengambil sajadahnya untuk shalat tahajud malam di awal Syawal tahun 1999, menutup pengabdiannya untuk menghadap Sang Khalik. 


Nur Ainun binti Muhammad Siddik lahir tahun 1932, dan menikah dengan seorang musisi - Ahmad Fuad  pada tahun 1956.

Karirnya di dunia musik dimulai ketika dirinya mengikuti Bintang Radio yang digelar di RRI tahun 1951. Bakat dan anugerah suara yang merdu membuatnya meraih tujuh kali bintang Radio berturut-turut. Setelah itu, Nur Ainun pun bergabung dalam grup musik Orkestra Sukma Murni.

.
Sejak bergabung di Orkestra, debut Nur Ainun di dunia musik semakin tersohor. Tidak hanya menyanyikan lagu orang lain seperti Keluhan Jiwa karya Muhammad Nasir, Nur Ainun juga mulai menciptakan lagu-lagu Melayu sendiri. Setidaknya ada 10 lagu ciptaannya yang popular di antaranya, Jangan Duduk Termenung, Bunga dalam Taman, Tak Putus Asa, dan yang lainnya.

Nurainun sang maestro ini, di masanya sangat terkenal di wilayah Melayu, tidak saja di Sumatera, ia juga diundang hingga ke luar negeri. Ada beberapa lagu yang sempat dipopularkan Nur’ainun di eranya dalam rekaman bersama orkesnya, antara lain: Keluhan Jiwa, Tanjung Katung, Seri Mersing, Bahtera Merdeka, Berbudi, Berpisah, Bentan Telani, Damak, Dayang Senandung, Disebut Jangan Dikenang Jangan, Kasih Ibu, Kasih Terbayang, Kecewa, Kisah Dalam Kenangan, Kuala Deli, Lama Tak Jumpa, Nak Dara Merindu, Perasaan, Senyum Dalam Tangisan, Seri Deli, Seri Tamiang, Takdir, Umpan Jinak Di Air Tenang, Selayang Pandang, Laksamana Mati Dibunuh. 

Bunga mas adalah suatu bentuk adat bertoleransi perkawanan,  dari Penguasa-Penguasa Melayu kepada negeri yang berjiran. Seperti yang dikirim setiap tiga tahun sekali dari Terengganu, Kelantan, Kedah, dan Pattani, kepada Raja Siam, dan ini menjadi sikap berlebihan pihak Melayu kepada bukan Melayu. 

Bunga Mas sama seperti 'Bunga Balai'  dalam adat tradisi Melayu di Sumatera Timur,  cuma Bunga Emas ini terdiri dari pahatan pokok kecil dari emas dan perak, yang pemberiannya biasa diikuti dengan hadiah lain seperti kain, senjata dan hamba sahaya. Menurut catatan dalam Hikayat Mahawangsa, sebuah bunga mas dikirim oleh penguasa Kedah sebagai mainan untuk pangeran Siam. 

Namun toleransi Melayu yang 'si trenah' ini, dalam pandangan Raja Siam, bunga mas dianggap sebagai lambang ketundukkan dan upeti. 

Kebiasaan ini berakhir pada tahun 1909, setelah penandatanganan Perjanjian Inggris-Siam,  pemerintahan Inggris mengambil alih kuasa di sebagian besar bagian utara semenanjung Melayu.

Lalu Melayu akhirnya membayar mahal dan sangat terugikan melebihi Bunga Mas,  yaitu Pattani Darussalam pun  menjadi negeri jajahan Siam alias Thailand hingga kini.




Komentar

Gojiu mengatakan…
teruskan usaha tuan, semoga ALLAH menberkati tuan...

pohon sungkai dibuat pagar
bagi rumah Dato menteri
kami ingin merobohkan pagar
agar persaudaraan bertambah seri

Melayu perak...
selamat menjalani ibadat puasa..