Tanjung Kasau saat ini merupakan wilayah penduduk dan
perkebunanyang yang kini masuk dalam Kabupaten Batubara dan berperinggan dengan
Simalungun – Sumatera Utara. PT Perkebunan
Tanjung Kasau yang dikelola Pemerintah Provinsi Sumatera Utara ini,
dengan lahan Hak Guna Usaha (HGU) Kebun Tanjung Kasau luasnya 2591 hektar.
Sejarah Tanjung Kasau bermula dari Datuk Paduka Tuan, Raja
Mansur Shah & Raja Ali Kadir berserta rombongannya, tiba di salah satu
daerah wilayah Batubara dan selanjutnya membuka kampong disana. Raja Mansur
Shah & Raja Ali Kadir adalah putra dari Datuk Paduka Tuan yang berasal dari
Bukit Gombak.Selanjutnya wilayah ini menjadi makmur. Masyarakat pedalaman berbondong-bondong
mengadu nasib di wilayah ini dan diterima.
Kemudian Portugis yang berkedudukan di Malaka datang dan
ingin menguasai. Kedatangan dan ingin menguasai oleh Portugis, menimbulkan
peperangan. Kampung dibuat Tangga –tangga besi yang dibakar sebagai upaya
mengusir Portugis, dan berhasil. Sejak peristiwa tersebut, kampong itu dikenal
dengan nama Tangga Bosi. Kebesaran Aceh yang memiliki legitimasi, membuat Raja
Mansur Shah menemui Sultan Aceh, dan meminta bantuan.
Aceh mengirim empat Panglima, yaitu Puanglima Gugup, Puanglima
Si Payung, Puanglima Mukin dan Puanglima Maher. Panglima-panglima ini dilengkap
persenjataan lengkap dan memimpin pembuatan Benteng dengan lela (meriam). Sejak
itu Portugis menyingkir. Puanglima Maher dan Puanglima Mukin pulang ke Aceh,
selanjutnya Raja Mansur Shah dirajakan di Tangga Bosi. Putranya, Raja Adim
membuat kampong Tanjung Matoguk. Di masa Raja Adim ini, Raja Umar Baginda Saleh
dari Padang ( saat ini Tebingtinggi dan sekitarnya) mengadakan perjanjian
perwatasan wilayah, termasuk dengan Bedagai dan Tanjung.
Putra Raja Adim, yaitu Raja Ahmad membuka kampong di Tanjung
Bolon. Untuk mendapat pengakuan, Raja Ahmad dengan menaiki kapal Gajah Ruku -
sebuah kapal yang menandakan sebuah prestise kala itu, menghadap Sultan Aceh.
Sultan Aceh memberi legitimasi dan menabalkan Raja Ahmad menjadi Raja Alam
Perkasa (orang tempatan menyebut dengan dialek Rajo Alam Perkaso), hingga
Tanjung Bolon dinamakan Tanjung Perkaso atau Tanjung Kaso, selanjutnya
dilafalkan menjadi Tanjung Kasau.
Raja Alam Perkasa mempunyai putra, yaitu Raja Bolon dan Raja
Muda Indera Jati. Setelah Raja Alam Perkasa mangkat, digantikan oleh Raja Bolon,
dan Indera Jati menjadi Raja muda. Raja Bolon selanjutnya membuka kampong
Tanjung Meraja. Raja Bolon memilki 3 putera, penggantinya adalah Raja Sabda.
Raja Sabda digantikan Raja Said (membuat kampong Huta Usang). Raja Said memilki
5 putera. Putra pengganti Raja Said adalah Raja Matsyah (Muhammadsyah).
Ketika Van Assen menjadi Kontelir Asahan, Negeri Tanjung
Kasau diambil menjadi bagian Hindia Belanda. Saat itu Raja Matsyah diberi
besluit 16 Oktober 1882. Kontelir Asahan dan Batubara, Van Assen, tertanggal 16
Oktober 1882 menyebutkan bahwa, “Radja Djintanali van een vorstelijk moeder:
Radja Madsah van een orang ketjil. Radja Djintanali is de broeder van Radja
Matsah, een oprechte en geode Battakker, Radja Matsah is better om te
onderhandelen, daar hij goed Maleisch spreekt”. – “Raja Jintan Ali berasal dari
ibu yang turunan bangsawan Melayu sedangkan Raja Matsyah beribukan orang kebanyakan
(orang kecil). Raja Jintan Ali adalah saudara dari Raja Matsyah, masih ada
darah Battakker (maksudnya Simalungun) yang tulus dan baik. Raja Matsyah
pandai bernegosisasi karena mampu berbahasa Melayu dengan fasih”.
Entah sebab apa, Raja Matsyah (Muhammadsyah) tergantikan
oleh Jintan Ali. Mungkin saja sebuah kudeta, entahlah, yang pasti Jintan Ali
ini membuat kampong Limau Kayu. Saat itu merupakan kesempatan emas bagi pemerintah
Hindia Belanda. Jintan Ali dan pembesarnya dilantik oleh Kontelir Batubara, BA
Kroesen.Tanjung Kasau di tahun 1888.
Raja Jintan Ali memilki 9 putera, saat usia tua, Raja Jintan
Ali menyuruh putera tertuanya, Raja Morah, untuk memangku kerajaan. Raja Morah
membuat kampong baru, yaitu Mabar. Raja Morah memilki 11 anak. Pada 1900, Raja
Morah dijatuhkan belanda, lalu digantikan oleh adiknya, Raja Marahudin, yang
membangun kampong Suka. Raja Marahudin memilki 6 anak. Dilanjutkan putra tertua
dari Raja Morah menjadi raja karena sudah akil balig walau Raja Marahudin belum
mangkat, Raja Pemangku itu bernama Raetal.
Raja Raetal mangkat mendadak, lalu Mat Yassin gelar Bentara
(menantu Raja Jintanali) menjadi Pemangku hingga ia meninggaldunia, selama 11
tahun berkuasa. Kontelir Batubara, Radersma, pada 1916 mencampuri Tanjung Kasau
dengan mencalonkan mantan Jaksa asal Bilah, yaitu Abdul Somad gelar Tengku Busu
menjadi Pemangku Negeri Tanjung. Dari sisi Tanjung Kasau, dihunjuk pula Raja
Poso (garis turunan Raja Morah) dan Raja Injar (garis turunan Puanglima Si
Payung yang berasal dari Aceh itu).
Dengan Besluit Gouverneur-General tahun 1920, Tanjung Kasau disatukan dengan Batubara, sama halnya dengan Tanjung, Sipare-Pare, dan Pagurawan. Lalu di Inderapura dibentuk pemerintahan kerajaan versi Pemerintahan Hindia Belanda, Tengku Abdul Somad (Abdullah Seman) alias Tengku Busu menanda tangani Korte Verklaring 21 Oktober 1920.
*(M
Muhar Omtatok - dari berbagai sumber dokumen)