Jumat, 13 Februari 2009

Gelar Kebangsawanan Melayu & Gelaran Penyebutan

Gelar Kebangsawanan Melayu & Gelaran Penyebutan

oleh: Muhar Omtatok


Di bawah ini saya ambil dari adat tradisi Melayu Sumatera Timur.

A. Tuanku

Tuanku bukanlah gelar bangsawan, tapi gelaran yang mulia digunakan apabila bercakap dengan Sultan. Tuanku dipakai sebagai kata ganti nama diri kedua bagi Sultan.

"Asah kapak tajam beliung,
Tebang mari kayu berduri;
Tuanku umpama kemuncak payung,
Patik di bawah berteduh diri".

B. TENGKU

Tengku adalah gelar kebangsawanan Melayu yang otomatis melekat pada seorang laki-laki dan perempuan keturunan dari Sultan-Sultan dan para Raja-Raja di Kerajaan Melayu. Tulisan “Tengku” di awal nama setiap orang Melayu merupakan status yang menandakan kedudukannya dalam masyarakat adat Melayu.
Gelar Tengku ini hanya bisa didapat jikalau ayahnya juga bergelar Tengku. Sementara jika yang bergelar Tengku hanya ibunya tetapi ayahnya tidak, maka gelar Tengku ini tidak bisa disandang oleh anak mereka, kecuali menggunakan gelar Wan, bila Ayahnya juga resam Melayu juga.

Beberapa daerah yang menggunakan gelar ini adalah keturunan Raja atau Sultan-sultan Kerajaan Melayu yang terletak di Semenanjung Malaka, yaitu di Sumatera Timur yang bergaris pantai di Selat Malaka, Riau, Malaysia, Pattani, Singapura; bahkan kini Melayu di Kalimantan juga menggunakannya.
Sebagian zuriat Tengku, tidak meletakkan kata Tengku di depan namanya, dalam penulisan formal, hanya disebut orang lain kepada dirinya, misalnya Pujangga asal Langkat - Tengku Amir Hamzah, beliau menulis namanya dengan Amir Hamzah saja, namun orang memanggilnya dengan sebutan Tengku Amir Hamzah atau Ku Busu. Dr Tengku Mansoer menulis namanya juga dengan Dr Mansoer, tapi orang lain menyebutnya dengan Dr Tengku Mansoer.

Gelar ‘Marah’ atau 'Morah' adalah gelar kebangsawanan Aceh yang telah ada sebelum pengaruh Islam.  Prof. Dr. Snouck Hurgronje (1857-1936), seorang Islamolog sebagai arsitek politik Islam Nederlandsch Indie turut melakukan perubahan penulisan ejaan di Aceh; Kata ‘Marah’ ditulis ‘Meurah’, kecuali di wilayah Gayo yang tetap mengeja ‘Marah’.

Sebut saja contoh, Marah Silu yang merupakan pendiri kerajaan di Samudera yang disebut Pasai. Contoh lainnya adalah putra Sultan Iskandar Muda digelari dengan Meurah Pupok. Gelar Marah, yang berlaku di kota Padang – Sumatera Barat,  pesisir barat Minangkabau, yaitu Pariaman juga memakai gelar yang berasal dari Aceh. Ketika Aceh menguasai pesisir barat Minangkabau.
Di Tebingtinggi sebelum popular penyebutan kata Raja dan selanjutnya Tengku, gelar yang dipakai adalah Marah (baca: Morah). Selanjutnya kini gelar itu tidak terpakai lagi, tetapi berubah menjadi Tengku.

Gelar ‘Raja’ berasal dari kata rājan (bahasa Sanskerta), juga popular di banyak tempat di Sumatera Timur. Gelar kebangsawanan yang disandang lelaki ataupun wanita ini, bisa ditemukan di daerah Melayu, seperti Panai, Kualuh, Bilah, Kota Pinang,  dan lainnya, dengan fungsi dan sama makna dengan Tengku. Di masyarakat Simalungun dan Batak juga mengenal sebutan Raja dengan fungsi yang beragam lagi.
Di luar Sumatera Timur, ada juga Melayu yang menggunakan gelar Raden dan lainnya, namun gelar Raden ini belum pernah tersandang bagi kaum bangsawan di Sumatera Timur.

C. DATUK

“Datuk” jika disamakan dengan  bahasa Sansekerta yaitu datu yang tersusun dari kata da atau ra berarti yang mulia dan to artinya orang; sehingga berarti Orang Yang Dimuliakan.
Gelar ini diperuntukkan bagi lelaki pembesar sebagai  kedudukan di bawah Tengku, atau pembesar di luar zuriat Tengku. Di wilayah Batubara, gelar Datuk justru setingkat dengan Tengku, karena Batubara adalah Datuk di bawah Kesultanan Siak.
Namun ada juga beberapa wilayah yang memakai gelar Tengku bagi turunan Rajanya yang dimasukkan Belanda dulu ke Batubara, semisal wilayah Tanjung Kasau, Inderapura, dan sekitar itu.

Di Deli ada Datuk Empat Suku yang penulisannya menjadi Datuq. Untuk membedakan dengan Datuk di luar Datuk 4 Suku.

Ada pula Datuk sebagai Orang Besar yang diangkat dari kalangan siapa saja, menurut kehendak Sultan atau Raja, berdasarkan titah pengangkatan resmi.

Di Sumatera Timur, orang-orang Cina pendatang yang menyembah arwah, akan menyiapkan bangunan kecil yang disebut Rumah Datuk untuk menghormati arwah Datuk Datuk Melayu tempatan.

D. ORANG KAYA (OK)

“Orang Kaya" dibaca Orangkaye atau Orangkayo sering disingkat OK, merupakan sebutan bagi anak lelaki turunan Datuk yang tidak menjabat Datuk. Sebutan ini juga pernah diperuntukkan bagi seseorang yang berpengaruh, baik secara materi maupun marwah.

E. WAN

“Wan” adalah gelar kebangsawanan sebagai tanda penghormatan kepada pria dan wanita. Seorang yang ber-ibu-kan Tengku namun ber-ayah-kan bergelar di bawah itu namun tetap berresam Melayu, juga boleh menyandang gelaran ini.  Gelar Wan dalam sejarahnya, pertama kali disandang oleh Cik Siti Wan Kembang (Ratu Kelantan 1610, ber-ibu-kan orang Pahang). Di Kerajaan Padang di Tebingtinggi, gelar Wan ditemukan pula untuk zuriat bangsawan asal Negeri Pahang.
Anak perempuan dari beberapa Datuk Empat Suku di Deli ada juga bergelar ini.
Datuk di wilayah Sinembah (baik di Deli maupun di Serdang) menggunakan gelar Wan di depan nama - lalu meletakkan kata Baros di belakang nama.

F. AJA

“Aja” adalah gelar kebangsawanan terbatas dipergunakan, semisal di wilayah Sunggal. Ia diperuntukkan untuk turunan Datuk dan boleh disandang bagi pria dan wanita.

Sebutan Aja juga dipergunakan sebagian kecil zuriat Negeri Padang Tebingtinggi sebagai kata ganti Raja, atau bisa bermakna ‘Entu’ (Ayahanda) atau Ende’ (Ibunda/Bonda).

G. DATUK MUDO (DTM)

Ini adalah sebutan terbatas di Tanjungbalai serta Asahan lainnya untuk gelaran setara dengan OK dari golongan pembesar rendah di istana.

H. MEGAT

Adalah gelar bagi anak turunan dari wanita tergolong bangsawan yang menikah dengan orang di luar itu.

I. INCIK

“Incik” atau disingkat “Cik” adalah sebutan hormat bagi orang bukan bangsawan baik laki-laki maupun perempuan yang berkiprah di lingkungan kebangsawanan. Istilah ini juga sering diperuntukkan bagi perempuan pacal (kebanyakan) yang menikah dengan golongan bangsawan.

Sebutan ini adalah tanda hormat dan membesarkan kepada orang yang tidak memiliki gelar kebangsawanan. Bisa digunakan untuk laki laki ataupun perempuan.

Walau kata Incik adalah tanda hormat, namun seorang bangsawan semisal Tengku, tidak boleh disapa dengan sebutan Incik atau Cik, karena ini menjadi makna teramat sangat merendahkan lawan bicara.

J. TUAN

"Tuan" adalah sebutan bukan gelar bangsawan, kepada orang yang tidak memiliki gelar kebangsawanan, namun ahli dan khusuk di bidangnya. Misalnya Tuan Guru, Tuan Haji dll.

Seorang bangsawan bergelar semisal Tengku, Datuk dll, walaupun ia ahli di bidangnya dan khusuk, tetap tidak boleh disapa dengan Tuan dalam kaidah adat, tetap disebut Tengku, Datuk, dsb, karena masing-masing telah didudukkan pada tempatnya menurut adat nan kanun zaman berzaman.

19 komentar:

  1. Tebing Tinggi....
    Kota Ku...
    Kota Mu...
    Kota Kita Semua...
    "Mari kita Bangun Rasa P'satuan & K'satuan d Kota Tebing Tinggi yang kita cintai ini..."
    Hidup Tebing Tinggi...
    Jayalah Selalu...
    (Nda FA)

    BalasHapus
  2. Ini LUAR BIASA, dapat belajar banyak dari sini, lengkap dengan situs-situs bersejarah
    Maju terus Tebing Tinggi !!!!

    BalasHapus
  3. Mari kita jaga & Lestarikan P'ninggalan-" B'sejarah yang ada di Kota Tebing Tinggi yang kita Cintai ini...
    Untuk K'banggaan kita B'sama...
    Klu tdk kita siapa lagi...
    bener g Broe...!!???
    Love 4ever Tebing Tinggi

    BalasHapus
  4. Kota Tebing Tinggi sekarang semakin pesat perkembangannya...
    Oleh-oleh Kuliner kue Lemangnya yg Khas & Tiada duanya di sepanjang jalan Chong A Fie.
    Tebing Tinggi Kota ku yg menyimpan banyak kenangan...
    i love Tebing Tinggi City... ^_^

    BalasHapus
  5. sejarah takan terulang, tapi kita bangga akan sejarah, semoga generasi muda tebing khusus nya tau akan sejarah nya dan tidak mengabaikan nya.
    (ifran gembels)

    BalasHapus
  6. aku pendatang dari medan sekarang tnggal di tebing...
    pendapat aku tentang tebing
    Tebing ini kota yang
    "HIDUP SEGAN MATI TAK MAU"
    kota yang tidak punyaciri khas
    dulu katany tebing itu kota lemang,tapi apa orang tebing sendiri tidak mengakuinya,,lhat apa yang di bawa pelancong dari tebing,apa lemang yang di bawa sbg ciri khas tebing?tidak kan>>>pelancong pasti membeli roti kacang sbg oleh2 dari tebing...yakan?
    sejarah boleh kaya,tapi klo tidak di pertahankan tuk apa itu semua....
    terus anak mudany tidak kompak,tidak ada kreatifitasnya,
    kebiasaan anak muda tebing tu sex dan sex.....aku kecewa dengan tebing sekarang!!!!!!!!

    ===O-Z-I===

    BalasHapus
  7. @Ndafadhillah, @Himpunan Mahasiswa Tebing Tinggi, @Ranti'Fina'Keisya, @ifran gembels:

    "Mari kita bangun & kembangkan Kota Tebing Tinggi, Jangan biarkan tebing Tinggi kehilangan jatidiri"

    @O-Z-I:
    "Saya setuju, cukup memprihatinkan....semjua elemen mesti membangkitkan lg jatidiri Kota Tebing Tinggi Si Kota Lemang"

    BalasHapus
  8. tebing tinggi kota kelahiran_ku....
    kota kebanggaan ku.................

    jaya terus kota ku tercinta............

    BalasHapus
  9. mohon ijin copas foto gan yahhhh....
    bagaiman kalu kita copy darat, kumpul bareng, membuat komunitas pecinta sejarah tebing tinggi....AYOOO KITA SELAMATKAN SITUS-SITUS SEJARAH TEBING TINGGI

    BalasHapus
  10. juragan....
    bagaimana kalu kita semua pecinta situs bersejarah tebing tinggi melakukan copy darat untuk membuat komunitas pecinta situs sejarah atebing tinggi...AYIO KITA SELAMATKAN SEJARAH KITA

    BalasHapus
  11. Saya Fayiz Umur 15 Tahun Yg ingin mengetahui sejarah Dari Tebing tinggi ...
    saya tinggal di jl.cemara ujung ..

    SeJarah Ini Amat Dramatis ...
    saya terkagum-kagum atas semua ini ..

    Tapi knapa Tuan Syeh Baringin Tidak menjadi Pahlawan RI (Republik Indonesia)
    Saya ingind tahu itu ..

    BalasHapus
  12. Tebing Tinggi memang kota yang mendapat berkah, sorang ulama sufi dan karomah memilih menetap dan wafat, hijrah dari sumatera barat.

    BalasHapus
  13. Ana H.Abdul awal bin Abdul Rohman adalah Cucunda dari Tuan syech Baringin Belajar melalui Tuan guru Syech Muh.Harun Suji dari Rappokaling Gowa Makassar.Beliau belajar kepada Tuan Syech. Baringin tahun 1960an di Tebing Tinggi.kami mohon berbagi kasih imformasi tentang Beliau Tuan syech Baringin dan Ahlul bait Beliau dan juga Ilmu Tareqatul Muhammadiyah syech Assaman. Alamat Ribath pengamalan wirid dan zikir kami di jl. Arafura Samkai kab. Merauke Prop.Papua

    BalasHapus
  14. Ya Bung rahmaditemmanizz, semoga!.
    PUJASAKA, silakan copas asal mencantumkan sumber. Untuk kumpul saya siap sedia.
    Adinda fayiz , kitalah yg harus peduli dengan sejarah dan kebudayaan kita.
    MDA Baringin Mudo, insyaallah… amin YRA.
    Ya Pak Haji Abdul awal bin Abdul Rohman, salam dari Tebingtinggi.

    BalasHapus
  15. izin copy yah pak buat tambahan skripsi

    BalasHapus
  16. saya mohon ijin copy ya pak buat tambahan skripsi

    BalasHapus
  17. izin copy yah pak buat tambahan skripsi

    BalasHapus
  18. Assalamualaikum pak. Mau tanya adanya buku terkait syekh baringin? Kalo ada dimana ya bisa saya cari? Tolong pak imformasinya saya butu data fakta yg akurat untuk penelitian skripsi saya

    BalasHapus
  19. Assalamualaikum pak. Mau tanya adanya buku terkait syekh baringin? Kalo ada dimana ya bisa saya cari? Tolong pak imformasinya saya butu data fakta yg akurat untuk penelitian skripsi saya

    BalasHapus