Guru Sauti dilahirkan
pada 16 Mei 1903 di Pantai Cermin, sebuah kota kecil pesisir pantai timur
Sumatera Utara sekitar 54 KM dari Medan. Ayahnya bernama Tatih dan Ibunya
bernama Asmah. Sejak remaja Sauti muda sudah gemar berolahraga terutama bermain
sepak bola.
Di samping itu ia juga gemar bermain musik. Setelah menyelesaikan sekolahnya
pada Normalschool Inland Hulpoderwijzers
(sekolah pendidikan guru) tahun 1921 di Pematang Siantar, Sauti langsung
ditempatkan menjadi guru Inlandschool (sekarang SD) di kota itu juga. Pada
tahun 1926 Sauti dipindahkan menjadi guru SD di Sunggal. Setahun kemudian Sauti
menjadi Kepala Sekolah Governement
Inlandschool (SD Negeri) di Simpang Tiga Perbaungan.
Karirnya di bidang pendidikan terus meningkat. Pada tahun 1941 sampai tahun
1946 Sauti diangkat menjadi Guru kepala pada sekolah Sambungan Medan II di
Medan. Kemudian setelah itu dia jadi Pemeriksa Sekolah untuk wilayah Serdang,
Padang dan Bedagai yang berkedudukan di Perbaungan. Pada tahun 1950, Sauti
menjadi Penilik Sekolah diperbantukan pada Perwakilan Jawatan Kebudayaan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sumatera Utara sampai ia pensiun. Sauti
meninggal dengan tenang di usia 60 tahun, tepatnya 21 Agustur 1963 (4 Rabiul
Akhir 1383). Jenazahnya dikebumikan di kompleks pemakaman Bangsawan - Mesjid
Raya Perbaungan – 38 km ke timur Medan.
Adalah seorang tokoh
tari lagi bersama Sauti yaitu Orang Kaya (OK) Adram. Bahkan Sauti dan OK.
Adram bersama menarikan Serampang Dua Belas pada pergelaran Muziek en Toneel
Vereeniging Andalas tanggal 9 April 1938 bertempat di Grand Hotel Medan . Namun
kedua tokoh ini memiliki orientasi yang berbeda. Sauti lebih mengutamakan tari
Serampang Dua Belas dapat dan mudah dipelajari secara massal dengan membagi
ragam-ragamnya, sedangkan OK. Adram mengutamakan kemampuan spontanitas penari
secara klasik.
Orientasi Sauti semakin
jauh meninggalkan OK. Adram, meski tetap harmonis, setelah pertunjukan pertama
kritik tajam muncul dari Andjar Asmara melalui suratkabar Pewarta Delinya.
Andjas mengatakan tari Serampang Dua Belas masih sebagai tari Pulau Sari yang
sangat menjemukan dan melelahkan. Kritik ini seperti petir di siang bolong yang
mencambuk dan membuat Sauti lari berpacu dan membenahi karyanya lagi.
Lagu Pulau Sari mulanya adalah lagu yang berasal dari kesenian rakyat Melayu
Sumatera Timur. Hanya saja, Lagu dan tari Pulau Sari mulanya adalah tarian yang
tidak atau belum ditata dengan pendekatan koreografis. Tarian ini selalu
dijadikan medium untuk mengukur atau melihat kemampuan menari di rakyat lapisan
bawah, dan panjang tarian tidak terbatas, bergantung kepada siapa di antara
penari yang menyatakan kalah. Melihat keberadaan lagu dan tari Pulau Sari
ini, Sauti berkeinginan mengubahnya menjadi tarian yang lebih tertib dan
terukur baik ragam maupun gerak-geraknya.
Setelah pertunjukan pertama, Sauti terus berproses menyempurnakan
karyanya. Tiga tahun kemudian yaitu pada tahun 1941, untuk kedua kalinya Sauti
menampilkan tari Serampang Dua Belas untuk masyarakat Serdang. Kegiatan
pertunjukan yang kedua ini dalam rangka malam dana dan amal untuk membantu
rakyat Serdang yang dilanda musibah banjir. Pertunjukan ini dikordinir oleh
kelompok panitia yang tergabung dalam Commitee Bandjir Serdang. Ketika itu
Sauti masih bersama OK. Adram dan pasangannya ketika menarikan tari Serampang
Dua Belas untuk membantu masyarakat Serdang.
Sejak penampilan kedua, Sauti terus aktif berkesenian. Sebagai seorang putra
Melayu Serdang ia terus mencermati kesenian Melayu yang ada disekitarnya.
Kecintaannya kepada kesenian Melayu ia wujudkan dengan mendirikan kumpulan tari
yang dipimpinnya sendiri. Pada tahun 1942 sampai tahun 1944 kumpulan Guru Sauti
sering tampil mempertunjukkan tari-tari Melayu terutama untuk pembesar-pembesar
Jepang dan anak sekolah. Semangat memperkenalkan dan mengembangkan tari Melayu
kepada masyarakat luas semakin terus menggelora di jiwa Sauti.
Masa-masa sulit justru didilaluinya dengan memperkuat kumpulannya. Terbukti
pada sekitar tahun 1945 sampai 1948 Sauti masih sempat mengembangkan
tari-tarian Melayu terutama Serampang Dua Belas kepada Masyarakat Sumatera
Utara. Pada tahun 1949, Sauti telah merampungkan dan menyusun pola dasar tari
ciptaaanya seperti, Lenggang Patah Sembilan, Melenggok Mak Inang, Serampang Dua
Belas, Tari Biasa dan lain-lain.
Ketika Presiden
Republik Indonesia Soekarno dan Ibu Fatmawati berkunjung ke Medan tahun 1951,
Guru Sauti mendapat kepercayaan untuk menyambut Presiden dan Ibu negara dengan
memimpin penampilan tari Serampang Dua Belas. Ketika itu penarinya adalah Ida
Daulay, Nurma, Tenzur dan Tennar. Sementara musik pengiringnya dimainkan oleh
Orkes Budaya.
Pertunjukan Serampang Dua Belas berikutnya terjadi pada bulan November 1952
oleh Yayasan Budaya Medan pimpinan Schoolopziener (Penilik Sekolah) Abdul
Wahab. Kala itu Abdul Wahab sudah menjabat Kepala Jawatan Kebudayaan Sumatera
Utara. Penampilan kali ini Guru Sauti menarikannya sendiri bersama pasangannya
encek Khalijah Abidin. Sejak saat itu tari Serampang Dua Belas yang ditarikan
Sauti dan pasangannya encek Khalijah Abidin sangat popular.
Perjalanan tari Serampang Dua Belas dan Guru Sauti semakin luas dan panjang.
Masa-masa keemasan tari Melayu di tangan Sauti semakin cemerlang. Tahun 1954
Guru Sauti ditunjuk untuk memimpin duta seni Sumatera Utara ke RRC. Di negara
tirai bambu itu Sauti sempat mengajarkan tari Melayu pada Akademi Seni Tari di
Peking. Setahun berikutnya pada tahun 1955 sebuah perusahaan film di
Jakarta Radial Film Coy membuat film Serampang Dua Belas.
Sauti langsung sebagai bintang utamanya. Menurut Almarhum OK. Habibullah (di
Batang Kuis), ia sempat menyaksikan film tersebut dan penontonnya sangat
membludak hingga gedungnya terasa sesak. Sukses dengan film Serampang Dua
Belas, Radial Film Coy menggarap film Tanjung Katung dan Guru Sauti tetap
menjadi bintang utamanya.
Pada tahun itu juga Guru Sauti diminta mengajarkan tari Serampang Dua Belas
kepada Ibu Fatmawati Soekarno, Ibu Rahmi Hatta dan beberapa istri pejabat RI
lainnya. Kesempatan berikutnya Serampang Dua Belas dan Guru Sauti tampil di
Jakarta untuk menyambut misi kebudayaan India dan di Yogja dalam rangka
200 tahun kota Yogja.
Sementara kursus tarinya yang ia dirikan di Medan terus kebanjiran siswa bahkan
sebahagian diantaranya dari kalangan masyarakat Tionghoa. Di masa itu juga Guru
Sauti mengembangkan tari ciptaannya sampai Riau daratan dan kepulauan Dabo
Singkep. Puncak dari kegemilangan Serampang Dua Belas ketika itu ditandai
dengan diselenggarakannya festival tari Serampang Dua Belas tingkat nasional di
Jakarta, Surabaya dan di Medan pada tahun 1963.
Tengku Mahkota Serdang - Radjih Anwar setelah tahun 1949 lebih banyak mengembangkan
tari Serampang Dua Belas di Jakarta. Kemudian ia bersama murid-murid dan
keturunannya mempelopori lahirnya studio tari Melayu di Jakarta. Studio pertama
tari Melayu di Jakarta adalah Syailendra pimpinan Muchlis Ismyran dengan
pelatihnya yaitu M. Junus BS, Ery, Husein dan Habil Ibrahum yang
beralamat di Tanah Tinggi Bunder, Kramat Raya 47 Jakarta Pusat. * (M Muhar Omtatok)



Komentar