Lahir
di Perbaungan, 12 Februari 1938. Sejak kecil sudah terbiasa mendengarkan
lagu-lagu Melayu dan melihat tari-tarian yang diiringi musik tradisional Melayu
dalam upacara perkawinan dan keramaian lainnya di Istana Melayu Kesultanan Serdang
di Kota Galuh - Perbaungan. Saat itu, untuk pertama kalinya ia melihat alat
musik serunai, rebab, gedombak, gendang penginduk/penganak, dan sebagainya.
Meskipun belum mengenal betul nama alat-alat musik tersebut, tetapi ia sering
melihat dan ingat betul bahwa alat-alat musik tersebut selalu digunakan untuk
mengiringi drama tari Melayu Makyong yang sangat populer di Istana
Serdang. Kadang-kadang pertunjukan diselingi musik biola, gendang, dan
tawak-tawak (tetawak). Musik ini digunakan untuk mengiringi ronggeng yang
menari sambil menyanyikan lagu-lagu berirama lambat maupun cepat. Lagu berirama
lambat yang dinyanyikan antara lain Mak Inang Pulau Kampai, Lagu
Dua, dan Hitam Manis.
Kepandaiannya
dalam menari Melayu sendiri diwarisinya dari orang tuanya Tengku Putera Mahkota
Rajih Anwar dan dari Guru Sauti. Selain itu ia pernah pula belajar tari daerah
Simalungun kepada Taralamsyah Saragih. Wanita yang pernah menjadi Karyawati RRI
Nusantara I Medan ini menempuh pendidikan di Sindoro School Medan (1952), SMPN
I Medan (1955), SMA Prayatna Medan (1958), Sastra lnggris di Medan (1979), dan
mengikuti kuliah Dance Ethnology di UCLA , Amerika Serikat, selama 1,5 tahun.
Pertama
kali melawat ke luar negeri tahun 1955 bersama grup tari milik abangnya, Tengku
Nazly, selanjutnya telah berkali-kali mengikuti rombongan kesenian ke Malaysia
(1960, 1963, 1967). Tahun 1968, ia menghidupkan lagi kumpulan kesenian milik
Istana Serdang, yaitu Himpunan Seni Budaya Melayu ‘Seri Indera Ratu’ yang
di pimpinnya sampai akhir hayatnya. Bersama grup tari itu, Ia aktif mengadakan
pertunjukan di daerahnya, antara lain tampil dalam pembukaan Medan Fair (1973)
dan pembukaan Marah Halim Cup (1974). Serta beberapa kali memimpin rombongan
kesenian Sumatera Utara ke luar daerahnya, yakni tampil pada Pekan Raya Jakarta
(1970), Pekanbaru (1972), Spanyol (1979) dan HUT Proklamasi RI di Jakarta
(1977).
Bersama
Orkes Tropikana, Pada 1959, merekam lagu-lagu Melayu asal Medan di Studio
Lokananta Solo dalam piringan hitam. Tengku Sitta Syaritsa melantunkan lagu Tudung
Saji, Seri Mersing dan Seri Banang.
Di
masa hidupnya, almarhumah Tengku Sitta Syaritsa pernah menjadi dosen tidak tetap di
Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Pengurus dan anggota Himpunan
Wanita Melayu Indonesia, serta anggota dan pengurus Himpunan Ratna Busana
Medan. Tercatat telah menciptakan sejumlah tarian, diantaranya ‘Lenggang
Jenaka’, ‘Lancang Kuning’ dan ‘Sendratari Tun
Teja’. Selain itu, ia juga pernah menyusun dramatari Melayu
Ramayana (1971), dan Zapin Mak Inang, Inang Kecak
Pinggang, Lenggang Baru, dan Pok Anai-anai (1976).
Hasil
karya tulisnyaa adalah ‘Masalah Tari Melayu di Sumatera Utara’,
makalah dalam seminar yang diadakan oleh Kanwil Pendidikan dan Kebudayaan
Sumatera Utara; ‘Kreasi Tari Berkesinambungan’, makalah dalam
seminar yang diadakan oleh BKKNI Sumatera Utara; ‘Merangsang
Kreativitas Tari’, makalah dalam seminar yang diadakan oleh Dewan Kesenian;
dan ‘Perkembangan Musik Melayu di Sumatera Utara’, makalah dalam
seminar yang diadakan oleh Depdikbud.
Beberapakali
mendapat penghargaan yang ia terima antara lain dari Universitas Trisakti,
Pemerintah Daerah, TVRI Medan, USU, Medan Fair, Kanwil P dan K Medan, Menteri
Muda Urusan Pemuda dan Menteri Penerangan RI. Tengku Sitta Syaritsa lah yang
pertama kali mengkreasikan tari zapin, dengan menyertakan penari perempuan
menarikan zapin.* (M Muhar Omtatok - dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar