Melayu Temiang adalah Suku
Melayu yang memiliki adat resam dan bahasa yang sama dengan Melayu Langkat dan Deli secara umum. Melayu Temiang dan Melayu Langkat yang berdialek ‘e’, misalnya
menyebut ‘apa’ menjadi ‘maye’, menyebut ‘kabar baik’ menjadi ‘khabar mendai’, dan
seterusnya. Walau ada juga di hulu Tamiang yang berdialek ‘o’.
Saat ini negeri Melayu
Temiang berada di Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Nangroe Aceh Darussalam .
Orang Melayu Temiang
menyebutkan bahwa nama Tamiang berasal dari dongeng Pucuk Buluh dan Rumpun Buluh.
Berdasarkan dongeng tersebut dapat diketahui bahwa raja pertama masyarakat
Tamiang bernama Raja Pucuk Buluh. Raja ini memerintah Kerajaan Bukit Karang
yang terletak di kawasan Simpang Kanan. Sebelum menjadi kerajaan besar dan
bernama Batu Karang atau Bukit Karang, kerajaan ini bernama Kerajaan Aru-
Sarang Jaya dan merupakan sebuah kerajaan kecil. Disebutkan kata Te (tidak) Miang
(bulu halus pada buluh dan lain lain), jadi: tiada Miang.
Tidak mudah mencari naskah, kronik, atau data tertulis lama yang mengisahkan
Tamiang secara rinci. Hanya saja, penyebutan tamiang sebagai wilayah dengan
berbagai dialek penyebutan yang mengarah ke Tamiang ini, bisa juga dijumpai.
Adalah Kakawin
Nagarakretagama yang kabarnya ditulis pada tahun 1365 Masehi, Kakawin Negarakretagama
yang saat ini disimpan di Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia. Naskah aslinya, yang ditemukan di Lombok, disimpan
di Universitas Leiden, pada tahun 1973 di kembalikan ke Indonesia
dan kini dikelola oleh Perpustakaan Nasional.
Pada kutipan popular Kakawin
Nagarakretagama: Pupuh 13, Bait 1, ada menulis wilayah yang bernama Tumihang, lengkapnya tertulis:
“Lwir
ning nusa pranusa pramuka sakahawat ksoni ri Malayu
nang
Jambi mwang Palembang karitang i Teba len Dharmmaśraya tumut,
Kandis
Kahwas Manangkabwa ri Siyak i Rekan Kampar mwang i Pane,
Kampe
Harw athawe Mandahiling i Tumihang
Parllak mwang i Barat”.
Jadi sekira tahun 1365, Tamiang sudah sangat
dikenal hingga ke luar daerah.
Dalam Sulalatus Salatin
(Sejarah Melayu), asal-usul nenek moyang orang Melayu di Sumatera diceritakan
dengan gaya kisah istana yang bercampur legenda, mitos, dan unsur sejarah.
Ringkasnya, garis keturunannya berawal dari tokoh-tokoh mitologis yang kemudian
mendirikan kerajaan awal Melayu.
Dikisahkan Iskandar
Zulkarnain menikah dengan puteri raja di Timur, dari garis keturunan ini
lahirlah raja-raja besar kelak. Tiga Putera dari Bukit Siguntang Mahameru,
yaitu
• Sang Sapurba
• Sang Nila
Utama
• Sang Maniaka
Mereka dianggap
keturunan langsung Iskandar Zulkarnain. Kisah kemunculan ini bersifat mistis, mereka
ditemukan oleh penduduk setempat setelah “turun” dari langit atau muncul di
bukit.
Sang Sapurba menikah
dengan puteri raja tempatan, lalu menjadi raja di Minangkabau. Sang Nila Utama
mengembara ke Temasik (Singapura) dan mendirikan kerajaan di sana. Keturunan
mereka menyebar ke Riau, Johor, Malaka, dan seluruh Sumatera pesisir.
Kerajaan Melayu Awal
Garis keturunan ini
kemudian melahirkan penguasa Kerajaan-Kerajaan Melayu lama di Sumatera. Dari
sinilah, menurut hikayat, nenek moyang orang Melayu di Sumatera berasal, sebagai
keturunan bangsawan yang memerintah di berbagai negeri, termasuk Melayu
Tamiang.
Konon dari empunya
ceritera, adalah Tan Ganda seorang pemimpin kelana Melayu yang diyakini
mendirikan kerajaan baru bernama Sarang Jaya di wilayah Tamiang. Beliau lah
konon zuriat moyang Melayu dari puncak Bukit Siguntang yang berlayar hingga
Tamiang.
Sebelum sampai ke
Tamiang, Tan Ganda dan rombongan sempat menetap di berbagai negeri, terakhir
sampai di Pulau Kampai di Teluk Aru. Lalu perjalanan akhir pun ditempun. Sesuai
kebiasaan Melayu, istana tak jauh dari sungai, maka ditetapkanlah Sungai
Temiang kini sebagai sungai induk dari tujuan. Dibuatlah Kerajaan Sarang Jaya
dengan ibunegeri di Bandar Jaya. Selepas kemangkatan Tan Ganda, muncul lagi
kerajaan Melayu setelahnya, tetap di dekat sungai, yaitu Sungai Simpang Kanan
yang bernama Kerajaan Bukit Karang yang beribunegeri di Bandar Bukit Karang,
berajalah putera Tan Ganda yaitu Tan Penok,
dan kelak muncul Raja Pucuk Buluh (Pucuk Suluh) yang nama
timang-timangannya ‘Te Miang’. Terkabar, disinilah awal kata Temiang atau
Tamiang itu.*(M Muhar Omtatok)

Komentar