Sapaan dan kesantunan
adalah dua unsur bahasa yang penting dalam proses
komunikasi. Keduanya berperan dalam membangun hubungan yang baik
antara penutur dan lawan bicara, serta memastikan pesan tersampaikan dengan
efektif dan tanpa menimbulkan kesalahpahaman. Hal ini jelas terlihat pada
beberapa pustaka yang secara bervariasi menjelaskan kedua topik tersebut,
antara lain seperti ditemukan dalam pustaka pragmatik, tindak tutur, dan
sosiolinguistik. Bahkan Linda Thomas dan Wareing dalam buku Bahasa, Masyarakat
dan Kekuasaan (2007:232—235) telah secara eksplisit memuat tentang sistem
sapaan, dan secara tersirat menjelaskan tentang kesantunan di bawah topik
“Bentuk Diperhalus (Mitigated Form) dan Bentuk diperkasar (Aggravated
Form)(hlm. 128—130).
Realitas semacam ini
menggambarkan bahwa sapaan dan kesopanan sebagai fenomena dan konsep universal,
agaknya dapat ditemukan di dalam semua bahasa di dunia.
Tutur Sapa
Menyapa Berdasarkan Urutan Kekerabatan Puak Melayu, juga begitu
halnya.
Suku Melayu yang ada di
banyak tempat, seperti di wilayah timur Sumatera Utara, Melayu
Tamiang Nanggroe Aceh, Melayu Riau, Melayu Kepulauan Riau, serta
lain lainnya di Pulau Sumatera dan sekitarnya, Borneo Barat,
Malaysia, Singapura, serta Brunei.
Ragam Tutur Sapa
Menyapa Berdasarkan Urutan Kekerabatan Puak Melayu, saya jelaskan
sekelumit sebagai berikut:
Ulong
itu dari kata Sulong, bermakna
yang terdahulu atau yang mula-mula sekali; anak yang tertua.
Ucu/Uncu/Su/Busu
adalah Bungsu, bermakna yang
terakhir; yang termuda.
Angah
itu Tengah, dan seterusnya.
Unggal
itu dari kata Tunggal, bermakna anak satu satunya.
Dialek ‘E’ atau ‘O’ di
wilayah suku Melayu di Sumatera Utara mempengaruhi pula cara penyebutan,
misalnya Angah disebut Ongah.
Pola ujar juga
mempengaruhi, misalnya Kakak nan Sulung,
diucapkan beragam, misalnya Kaklong,
Takyung, Kak Iyong.
Atau paman yang disapa
dengan Pak Yong, Pak Ngah, Pak Cik.
Dari berbagai keluarga
Melayu dibeda tempat, terdapat pula sedikit ragam sebutan urutan, contoh:
1-
Sulung (Iyong/Ayong/Ulong),
2-
Tengah (Angah),
3-
Alang,
4-
Ateh/Uteh,
5-
Andak,
6-
Uda,
7.Anjang.
1-
Ulong
2-
Angah
3-
Uda
4-
Andak
5-
itam
6-
Uteh
7-
anjang.
Ada pula:
1-
Along,
2-
Angah,
3-
Uda,
4-
Uteh,
5-
Andak,
6-
Alang,
7-
Anjang,
8-Achik,
9-Ucu.
Juga ada:
1.
Along,
2.
Angah,
3.
Uda,
4.
Uteh,
5.
Alang,
6.
Anjang,
7.
Itam,
8.
Andak,
9.
Achik,
10.
Sue/Uchu/Ucu/Usu.
Jadi jika mempunya 2 orang anak saja maka yang Sulung
tetap Ulong, namun urutan kedua
bukan Angah, tetapi ia Bungsu.
Jika Cuma punya 1 anak saja, ia bukan Ulong,
tapi Tunggal (Unggal) dan seterusnya.
Jika seluruh urutan habis, namun masih ada lagi anak, maka urutan dibalikkan ke urutan pertama dan seterusnya, hanya ditambah kata Cik, misalnya Ulong Cik, Ngah Cik, dan seterusnya.
*M Muhar Omtatok

Komentar