Oleh: M. Muhar Omtatok
Pencak silat merupakan seni bela
diri tradisional yang memiliki empat aspek utama: mental spiritual, seni
budaya, bela diri, dan olahraga. Pencak silat bukan hanya tentang gerakan
fisik, tetapi juga mengandung nilai-nilai luhur seperti kejujuran,
kesabaran, dan persaudaraan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia secara
fisik maupun mental. Seni bela diri ini juga merupakan bagian dari warisan
budaya yang telah diakui oleh UNESCO.
Jika di Indonesia Pencak Silat
memiliki induk organisasi bernama Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI),
di Malaysia ada Persekutuan Silat Kebangsaan Malaysia (PESAKA), dan di
Brunei Darussalam terdapat Persekutuan Silat Kebangsaan Brunei Darussalam
(PERSIB). Ketiga organisasi tersebut bernaung di bawah Persekutuan
Pencak Silat Antara Bangsa (PERSILAT) yang mewadahi federasi-federasi
pencak silat dari berbagai negara.
Selain silat yang telah
terorganisasi secara modern, terdapat pula silat tradisional Melayu yang
berkembang di luar struktur tersebut - sebagai seni bela diri asli yang kaya
akan sejarah dan nilai budaya. Silat tradisional bukan hanya tentang teknik
pertarungan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai disiplin, keberanian,
adab, dan penghormatan. Ia telah menjadi bagian penting dari kebudayaan
Kepulauan Melayu, dikenal luas di Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura,
Thailand Selatan, dan sebagian Filipina.
Silat tradisional memiliki akar yang
dalam dalam sejarah. Ia dipercaya berasal dari cara bertarung suku-suku asli
yang meniru gerakan binatang seperti harimau, kera, dan ular, serta
gerak alam seperti air, angin, dan tumbuhan. Beberapa aliran silat
bahkan dikaitkan dengan tokoh spiritual dan ulama, yang menambahkan
dimensi religius dan moral pada seni bela diri ini.
Dalam pencak silat dikenal berbagai teknik
dasar seperti kuda-kuda, sikap pasang, pola langkah, pukulan, tendangan,
tangkisan, kuncian, dan teknik berbaring. Beragam aliran silat kemudian
tumbuh di berbagai daerah dengan ciri khas dan teknik yang berbeda-beda.
Silat
Harimau
Harimau dalam silat merupakan
manifestasi dari kekuatan, kelincahan, dan keanggunan alam, yang
diadopsi sebagai filosofi dan teknik dalam seni bela diri tempatan. Silat
Harimau meniru gerakan harimau -langkah rendah yang fleksibel, cakaran,
serta lompatan - untuk menciptakan gerakan yang indah namun mematikan.
Selain gerakan fisik, Silat Harimau
mengajarkan nilai moral dan etika yang selaras dengan filosofi alam,
menekankan pentingnya menjaga harmoni antara manusia dan alam. Di Melayu
Sumatera Utara, dikenal beberapa aliran yang menggunakan jurus harimau, seperti
Silat Ababil Hijaiyah dan sejumlah perguruan lain.
Khusus untuk Silat Harimau Melayu
Sumatera Utara, kini sulit ditemukan guru besar yang menguasainya secara
mendalam. Sebagian masih diwariskan oleh murid-murid Silat Ababil Hijaiyah di Tanjung
Pura, Langkat, sebuah daerah yang dahulu dikenal sebagai salah satu pusat
silat Melayu Sumatera Timur. Dalam berbagai kisah dan hikayat, silat harimau
disebut sebagai “denai” - jejak harimau yang membawa ilham bagi bela
diri Melayu.
Dalam Majalah Jurus No.
20/Th.I/Juni 2000 bertajuk Harimau Hijaiyah dari Langkat, disebutkan
kisah Ahmad Bukhari Ramzan, juara PON IX (1977) kelas 65–70 kg, yang
memiliki gaya bertarung khas Perguruan Harimau Hijaiyah Langkat. Ia bertarung
tanpa kuda-kuda lazim, dengan tangan terbuka - satu ke atas, satu ke bawah -
seolah menantang serangan. Setiap serangan lawan disambut dengan terkaman
pacih khas Harimau Hijaiyah: kombinasi kaitan, gedoran, siku, dan lutut
yang cepat serta kuat.
Silat Harimau Hijaiyah ini
dikembangkan oleh Syarifuddin bin Mohammad Kahar dan Abdul Jalil
(Atuk Guru Tua), yang berasal dari keturunan ulama Naqsyabandiyah di Kota
Pinang, Sumatera Utara. Jurus-jurusnya dinamai menurut huruf-huruf Hijaiyah Arab — Alif, Ba, Ta, sampai
Ya - yang menunjukkan hubungan antara gerak dan makna spiritual. Dari
Langkat, silat ini menyebar ke Aceh dan Semenanjung Malaysia, termasuk Kuala
Lumpur, Johor, dan Penang.
Petikan tulisan itu menyebutkan:
"In
Langkat Malay, (Sumatra East), precisely in Tanjongpura, can be found the flow
of Silat Harimau is called Tiger Hijaiyah. Here, the moment-jurusnya in
accordance with the letters Hijaiyah or Arabic script, from Alif, Ba, Ta, and
so takat Yes.
Silat
Harimau Hijaiyah was founded by Syarifuddin bin Mohammad Kahar. Abdul Jalil ,
called Atuk Old Master, founder of Silat Hijaiyah too. Abdul Jalil
himself was the son of a sheikh of the Naqshbandi in Kota Pinang, Rantau Prapat
Sumatra East.
In
the article "Hijaiyah Tiger", has a style that is unik.Si champion
Ahmad Bukhari Ramzan of College Tiger Hijaiyah langkat. He has a style
stretched one hand up and the other down in the wide, such as inviting the
opponent to attack.
"He
did not do horses like a general. But once the opponent to attack, whether with
kicks or punches, instantly greeted with terkaman "paci" Tiger
Hijaiyah or a combination of hooks and knocked stance is strong and fast. Can
wear anything Ramzan do. Either elbow, knee, arm, or the palm and fist,
"writes the magazine.Hijaiyah Silat Harimau is then developed into
neighboring country, Aceh, and also spread to the peninsula, such as Kuala
Lumpur, Johor and Penang”.
Silat
Sendeng
Silat Sendeng adalah aliran silat tradisional yang banyak berkembang di
kalangan Bugis, Riau, dan Semenanjung Melayu. Ciri khasnya adalah posisi
tubuh menyamping (sendeng) saat bertarung, untuk melindungi tujuh
anggota tubuh vital sekaligus memudahkan serangan balasan.
Penulis pernah bertemu Raja Timat
dari Bintan, Kepulauan Riau - seorang bangsawan Melayu tempatan yang mewariskan
silat ini secara turun-temurun. Dalam latihan, pesilat bergerak miring,
melindungi muka, halkum, dan dada sambil menyiapkan serangan balik cepat dan
tajam.
Silat Sendeng Bintan adalah seni bela diri
tradisional Melayu yang berasal dari Bentan Penao di Pulau Bintan, Kepulauan
Riau ini, unik karena menekankan gerakan yang tidak agresif, lebih fokus pada
teknik "melingkupi" dan "meninggalkan" lawan daripada
memukul. Tiga langkah rahasianya adalah nampak (melihat gerakan lawan),
ingat (mengingat gerakan sendiri), dan sabar (menanti dan mengalah).
Silat ini juga dikenal di Melayu
Pontianak sebagai Silat Tujuh Sendeng, yang dilatih pada malam hari
dan menekankan pembinaan moral dan adab muridnya. Kabarnya, pada masa Pak
Long Komeng sekitar tahun 1930-an di Tanjung Hulu Pontianak, silat ini
sangat disegani.
Silat
Pelintau
Silat Pelintau dikenal di Sumatera
Utara dan Aceh Tamiang. Di Sumatera Utara, silat ini ditemukan di banyak
tempat, seperti Hamparan Perak
dan Bandar Chalifa. Penulis pernah berdiskusi langsung dengan gurunya, Atok
OK Muhammad Su’aib, yang menjelaskan makna istilah pelintau - dari
kata pelin (berbelit) dan tau (tahu atau paham).
Gerakan Silat Pelintau memang tampak
berbelit dan bersimpul, digunakan untuk mengalahkan lawan dengan teknik
kuncian yang rumit. Unsur teknik Silek Tuo Minangkabau tampak kuat,
seperti kuda-kuda, sikap pasang, pola langkah, pukulan, tendangan, tangkisan,
kuncian, dan guntingan, tetapi dengan rasa gerak Melayu yang lembut dan
menghormat.
Sebagaimana tradisi lama, sebagian
guru masih merahasiakan teknik dan gerakannya, serta melatihnya pada
malam hari tanpa penerangan, menandakan nilai sakral dan kesungguhan dalam
belajar.
Silat
Seni Gayung Melayu, Silat Jawi Melayu, dan Silat Cekak Melayu
Tiga aliran ini merupakan silat
klasik Melayu yang masih hidup di Semenanjung dan Riau:
1.
Silat Seni
Gayung Melayu
Berasal dari Kedah dan Johor, menonjolkan keindahan langkah dan jurus tangan
kosong. Gerakannya lentur dan berirama, namun tetap kuat dalam aspek
pertahanan diri. Silat ini juga mengandung nilai sopan santun dan disiplin yang
tinggi.
2.
Silat Jawi
Melayu
Sering disebut Silat Melayu Lama, digunakan di kalangan istana dan
upacara adat. Gerakannya indah dan bersifat simbolik, mengajarkan keseimbangan
antara jasmani, rohani, dan adab. Banyak jurusnya terinspirasi dari
kaligrafi Arab dan gerakan doa.
3.
Silat
Cekak Melayu
Juga berasal dari Kedah, dikenal dengan teknik serangan balas langsung dan
kuncian rapat. Pesilatnya berdiri tegak tanpa banyak berpusing; ajarannya
menekankan bahwa silat digunakan untuk mempertahankan diri, bukan menyerang
lebih dahulu.
Dan terdapat beberapa lagi jenis Silat
Melayu, baik yang bisa terdata ataupun
tidak. Misalnya di Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai, yang dulu terkenal
memiliki kekhasan Silat Melayu; misalnya jurus Paku Tunggal dan
semacamnya. Bahkan tidak sedikit kisah
yang menceritakan tentang Pencak Silat Melayu, semisal kemampuan Panglima
Nayan, Panglima Hali, Panglima Denai, Datuk Rubiah, Datuk Kuala Namu, dan
puluhan kisah yang dikaitkan dengan silat serta jurus rahasia.
Bentuk-Bentuk
Utama Silat Melayu
Secara umum, Silat Melayu
terbagi ke dalam dua bentuk utama yang saling melengkapi, yaitu Silat Tempur
dan Silat Seni.
1.
Silat
Tempur (Bela Diri)
Bentuk ini menekankan aspek pertarungan dan pertahanan diri. Fokus utamanya
terletak pada efektivitas teknik, kecepatan reaksi, serta kemampuan membaca
gerak lawan. Silat tempur berorientasi pada situasi nyata, di mana setiap gerak
dirancang untuk melumpuhkan atau mengendalikan lawan dengan efisien. Dalam
konteks modern, bentuk ini sering dikembangkan menjadi cabang olahraga bela
diri yang terukur dan kompetitif.
2.
Silat Seni
(Warisan Budaya)
Berbeda dari bentuk tempur, silat seni menonjolkan keindahan gerak, nilai
adat, dan aspek spiritual. Gerakannya diolah menjadi ekspresi estetika yang
sarat makna simbolik, sering ditampilkan dalam upacara adat, penyambutan tamu,
maupun pertunjukan budaya. Silat seni juga berperan sebagai media pewarisan
nilai-nilai luhur seperti kesopanan, keberanian, dan penghormatan terhadap
guru.
Kedua bentuk ini tidak dapat
dipisahkan, sebab dalam tradisi Melayu, silat bukan sekadar ilmu bertarung,
melainkan jalan untuk mengenal diri, mengasah budi pekerti, dan menjaga marwah
bangsa. Dengan demikian, silat mencerminkan kesatuan antara jasmani,
rohani, dan budaya dalam kehidupan masyarakat Melayu.*






Komentar