Jumat, 06 Maret 2015

MELAYU TAMIANG


Melayu Tamiang adalah etnis Melayu yang memiliki adat resam dan bahasa yang sama dengan Melayu Langkat. Orang Melayu di Sumatera Timur, menyebut Melayu yang ada di Tamiang dengan sebutan Langkat Temiang, namun Aceh menjadikan negeri Melayu Temiang dengan sebutan Kabupaten Aceh Tamiang.


Meruju hikayat Raja Muda Sedia (1330-1352), cerita dari Aceh mengatakan Raja ini memiliki tanda hitam (Aceh: itam) di bagian pipinya (Aceh: mieng), sehingga katanya orang-orang Pasai menjulukinya “si Itam Mieng”. Lama-kelamaan sebutan itu berubah menjadi tamieng atau tamiang.

Orang Melayu Temiang menyebutkan bahwa nama Tamiang berasal dari dongeng Pucuk Buluh dan Rumpun Buluh. Berdasarkan dongeng tersebut dapat diketahui bahwa raja pertama masyarakat Tamiang bernama Raja Pucuk Buluh. Raja ini memerintah Kerajaan Batu Karang yang terletak di kawasan Simpang Kanan. Sebelum menjadi kerajaan besar dan bernama Batu Karang, kerajaan ini bernama Kerajaan Aru- Sarang Djaja dan merupakan sebuah kerajaan kecil. Disebutkan kata Te (tidak) Miang (bulu halus pada buluh dll), jadi: tiada Miang.

Jika di Aceh, Gampong (kampung) di kepalai oleh Keuchik. Di Tamiang Memakai memakai sebutan Datok Penghulu Kampung, sama seperti di daerah Melayu Sumatera Timur sebelum diubah oleh Pemerintah Pusat.

Saat Tamiang masih bergabung di Kabupaten Aceh Timur, saya pernah menginap di beberapa Kampung. Kami sempat menyusuri dengan perahu bermesin di sungai yang di kanan kirinya adalah pokok pokok rindang dan kampung kampung Melayu. Kami menginap di rumah panggung Melayu, yang saat itu belum ada listrik. Semua penduduk berbahasa Melayu. 100% saya tahu apa yang dicakapkan penduduk karena antara hulu dan hilir mirip sekali dengan pemakaian Bahasa Melayu di Sumatera Timur yang memakai dialek O dan E. 
Walau mungkin Aceh mempengaruhi gaya ujar yang cepat, sedang Etnis Melayu bercakap mengalun berirama.

Pembagian wilayah pemerintahan daerah, ternyata berdampak juga terhadap keberadaan jatidiri Melayu di Temiang. Tak sedikit kaum belia di Temiang tak faham bila ia Melayu walau tetap berbahasa Melayu. Hal ini mirip pada kasus Melayu Rawa (Rao) di Sumatera Barat.*
(M Muhar Omtatok)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar