TABUH LARANGAN : Musik Nobat Diraja

oleh: M Muhar Omtatok

Pada kerajaan-kerajaan Melayu lampau, mengenal ensambel musik yang difungsikan khusus di kalangan istana. Di Melayu – Sumatera Utara, seperti wilayah Langkat, Serdang, Bedagai, Tebingtinggi, Kualuh, Panai dan Bilah, serta yang lainnya,mengenal Tabuh Larangan. Di Masyarakat Simalungun juga mengenal musik sejenis yang disebut Panggualon Rumah Bosar.

Tabuh Larangan merupakan musik asli Melayu sekaligus music tradisional Melayu yang terkait erat dengan istana kerajaan dan upacara-upacara resmi, terutama yang melibatkan raja atau sultan. Musik nobat berfungsi sebagai simbol kedaulatan dan kebesaran kerajaan, dan dimainkan pada acara-acara seperti penobatan, penyambutan tamu penting, pernikahan, kelahiran, hari besar dan pemakaman di lingkungan kerajaan

Tabuh Larangan sebagai perangkat musik dan para seniman pilihan yang hanya diperdengarkan dan memperdengarkan di istana. Seniman Tabuh Larangan adalah turun temurun sebagai orang-orang pilihan yang memiliki kepandaian musik dan ilmu supernatural. Disebut Tabuh Larangan karena Tabuh (musik) Larangan tidaklah boleh diperdengarkan kapan saja.

Tabuh Larangan diyakini memiliki kekuatan khusus dan penuh pantang larang yang diatur secara turun temurun. Tabuh Larangan dipantangkan untuk dimain-mainkan, dipindahkan sembarangan, jikapun dipindahkan maka dilakukan secara khusus dan tidak ada yang boleh melintas saat proses pemindahan tersebut.

Tabuh Larangan setidaknya harus ada musik Negara (Nengkara), musik tiup berupa Nafiri, Serunai ,Gendang panjang, Gong Maha Guru serta beragam lainnya sesuai negeri. Tidak ditemukan dalam Tabuh Larangan: Gendang pakpong, Gambus, Biola dan Akordion.

Terdapat berbagai irama yang  bergantung negeri dan fungsinya, seperti Palu-Palu, Seri Istana, dan sebagainya. Setiap pemusik memiliki keahlian pada alat musik yang ia pegang, sehingga ia dan alat musik itu diyakini memiliki kekuatan khusus, dan diberi gelaran khusus pula, seperti Lela Sengguna yaitu Negara atau Gendang besar yang dipukul, inilah awal sekali ditabuh ganjil sebagai Penghulu gendang. Kemudian Lela Perkasa sebagai Penghulu Tabuh Larangan yaitu Nafiri ditiup sebagai awal Tabuh Larangan. Pada tiupan ketiga baru disambut Nengkara, begitu seterusnya.


Tabuh Larangan sebenarnya juga dikenal dibeberapa kerajaan Melayu lainnya, seperti di wilayah Riau, Malaysia khususnya Kedah, Perak dan Kelantan; dengan sebutan popular yaitu Nobat Diraja. Kata Nobat sendiri dikatakan berasal dari istilah Nobat Raja karena musik tersebut diperdengarkan saat penobatan raja.

Ada juga yang menyatakan bahwa perkataan Nobat berasal daripada bahasa Sansekerta - Nao-Bat: ‘Nau - O - Nava’ (Sembilan) atau ‘Bat - O - Bah' (pengabungan). Ada pula yang berpendapat berasal dari kata Persia - 'Naubat' - ‘Nau’ (Sembilan) dan ‘Bat’’ (sembilan alat).

Sejak abad ke XIII, disebutkan Kerajaan Pasai memakai musik ini di istana. Demikian juga Malaka.*(M Muhar Omtatok)


Komentar

Farid mengatakan…
Saya pernah mendengar Tabuh Larangan dalam ceritera Atok saya.


Salut buat Bapak M Muhar Omtatok