Lokananta adalah
perusahaan rekaman dan studio musik pertama di Indonesia, didirikan pada
29 Oktober 1956 oleh R. Maladi, Kepala Jawatan Radio Republik Indonesia
(RRI). Awalnya, Lokananta berfungsi untuk merekam materi siaran RRI dalam
bentuk piringan hitam, yang kemudian didistribusikan ke seluruh stasiun RRI di
Indonesia. Lokananta juga menjadi pusat penggandaan musik dan label
rekaman milik Negara.
Di tahun 1957, Lagu
Melayu Medan atau Lagu Melayu - Sumatera Utara pun direkam dalam piringan hitam
di perusahaan rekaman dan studio musik Lokananta di Surakarta ini.
Orkes Studio Medan
(OSM) pimpinan Lily Suhairy mulai merekam lagu-lagu Melayu Medan Sumatera Utara.
Dengan biduan ternama dari Medan masa itu, Tuty Daulay, M Nur, Mariaty Kliwon, dan
Sumiaty. Dengan lagu Seringgit Dua Kupang, Tanjung Katung, Dua Deli, Istana Diangkasa,
Cipta, Mak Inang Pulau Kampai, Kuala Deli, Nak Dara Merindu, Mempelai Deli,
Rela Menanti, Bila, Runtuhan, dan Figurku.
Di tahun 1958, Orkes
Budi Medan pimpinan Adnan Lubis turut merekam Lagu Melayu - Sumatera Utara dalam
piringan hitam di perusahaan rekaman dan studio musik Lokananta di Surakarta. Kalau
Lily Suhairy menangani music saja, tanpa bernyanyi di rekaman tahun 1957, untuk Orkes Budi Medan di tahun 1958,
Adnan Lubis turut bernyanyi, bersama biduan Medan lainnya, seperti Maimunah,
Rohani, Suleiman, dan Rusdi. Membawa lagu Kasih Di Rantau, Tetap Menanti, Joget
Mencari Menantu, Jauh Dimata, Mengapa, Sepuluh Masa Bertukar dan Kelana Lara.
Orkes Studio Medan
(OSM) pimpinan Lily Suhairy di tahun 1958 ini pula, kembali merekam lagu lagu
yang lebih bergrenek Melayu, yaitu Dayang Sinandung, Ta Golek Golek, Tiga
Serangkai, Dondang Sayang, Pancang Jermal, Dodoi Dodoi, Mak Inang Kampung,
Selendang Mayang, Bercerai Kasih, Untuk Pahlawan, Timora, Nak Dara Petang,
Sempaya, Anak Kala, Sri Langkat, Demam Puyuh, Cek Minah Sayang, Rosmali, dan
Hitam Manis. Lily Suhairy membawa biduan yang sangat ternama di masa itu, ada
Rubiah, Tuty Daulay, dan Isrujati. Seluruh lagu ini akhirnya tren sampai ke luar
Indonesia, seperti Malaysia.
Adalah Orkes Tropikana
pimpinan Tengku Nazly (juga dikenal
sebagai Nazly Group atau Tropicana Band), yang menjadi bagian penting dalam
perkembangan musik Melayu di Medan pada era 1950-an hingga awal 1960-an.
Pada paruh pertama
1950-an, Tengku Nazly, anak bangsawan Melayu dari Serdang, mendirikan grup
musik yang dikenal sebagai Tropicana Band atau Nazly Group di Medan. Ia turut
memimpin pembentukan grup bersama anggota keluarga, termasuk adiknya Tengku Luckman
Sinar (drum/perkusi) dan saudari Tengku Sitta sebagai penyanyi utama.
Orkes Tropicana
mengusung gaya baru lagu-lagu Melayu tradisional diaransemen dengan irama Latin
seperti cha-cha, rumba, mambo, namun tetap mempertahankan ciri khas grenek dan
tekuk Melayu. Mereka merekam lagu lagu Melayu di Studio Lokananta Solo tahun 1959,
menampilkan penyanyi Tengku Sitta Saritsa menyanyikan lagu Tudung Saji, Sri
Mersing, dan Sri Banang. Tengku Kamarul Zaman menyanyikan lagu Mak Inang
Kayangan dan Serampang Laut, selanjutnya Tengku Nazly menyinyikan Pulau Puteri.
Masih ada beberapa lagi
yang direkam dalam piringan hitam, sebut saja Orkes Dendang Asli Medan pimpinan
Achmad Dahlan Sir, dengan biduan Rohani Hassan dan lagunya Makan Sirih di tahun
1959.
Tidak sedikit pula
nama-nama seniman dan biduan Melayu lain yang direkam di Lokananta, sebut saja
Nur’ ainun, Dahlia, dan lainnya.*(M Muhar Omtatok)
Komentar