oleh: M Muhar Omtatok
“Zhu Fan Zhi” (诸蕃志),
juga dikenal sebagai Chu Pan Si atau Zhū Fān Zhì, adalah sebuah catatan sejarah
dari Dinasti Song di Tiongkok. Dinasti Song merupakan dinasti yang
memerintah Tiongkok dari tahun 960 hingga 1279 M. Dinasti ini terbagi menjadi
dua periode utama: Song Utara (960-1127 M) dan Song Selatan (1127-1279
M). Dinasti Song dikenal sebagai masa kemajuan ekonomi, budaya, dan seni
yang signifikan.
Zhu Fan Zhi (諸蕃志),
yang berarti "Catatan Tentang Berbagai Suku Bangsa," adalah
sebuah buku yang ditulis oleh Zhao Rugua (Zhao Rukuo atau Zhao Rushi)
pada masa Dinasti Song, abad ke-13 di Tiongkok. Karya ini berisi deskripsi
berbagai negara dan produk dari luar Tiongkok, terutama di Asia Tenggara dan
Samudera Hindia. Beberapa wilayah di Sumatera, seperti Swarnabhumi (kemungkinan
merujuk ke wilayah Sumatera bagian selatan) dan San-fo-tsi (kemungkinan Sriwijaya) disebutkan
dalam buku ini.
Buku “A History of Chinese Science and Technology,
Volume 2, by Yongxiang Lu (Editor), 2015”,
tentang Zhao Rugua (Zhao Rukuo atau Zhao Rushi) dikenal di dunia Barat dengan
nama Chau Ju-Kua, disebut sebagai anggota klan kekaisaran Dinasti Song dan
ditugaskan di Fujian sebagai pengawas perdagangan maritim di Quanzhou. Disana
ia banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan para peniaga berpengaruh dari
berbagai tempat, termasuk dari luar Tiongkok. Sehingga pemahamannya tentang
tempat, budaya, produk niaga dan seputar itu menjadi kaya informasi. Ditambah
lagi, rujukan karya yang lebih tua, menjadikan “Zhu Fan Zhi” lebih terlengkapi.
Buku Zhu Fan Zhi, yang
ditulis oleh Zhao Rugua, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh
Friedrich Hirth dan William W. Rockhill. Terjemahan ini diterbitkan pada
tahun 1911 dengan judul "Chau
Ju-kua: his work on the Chinese and Arab trade in the twelfth and thirteenth
centuries, entitled Chu-fan-chi". Judul terjemahan tersebut
secara harfiah berarti "Chau Ju-kua: karyanya tentang perniagaan Cina dan
Arab pada abad kedua belas dan ketiga belas, berjudul Chu-fan-chi". Buku
Zhu Fan Zhi, berisi informasi tentang berbagai negara dan adat istiadat, serta
barang dagangan yang tersedia dari negara-negara tersebut dewasa itu.
Dengan cara penulisan
China masa itu, banyak juga disebut nama-nama wilayah yang kini disebut
Nusantara di Asia Tenggara ini.
Ada wilayah Pin-t’u-lung
(Panrang – Sulawesi), Tong-liu-mei (Semenanjung Melayu, Ligor?), P’u-kan (Pekan?),
San-fo-ts’I (Palembang - Sumatera), Tan-ma-ling (Semenanjung Melayu, Kuantan?),
Ling-ya-ssi [-kia] (Langkasuka - Semenanjung Melayu). Ada nama wilayah Sin-t’o
(Sunda), Kien-pi (Kampar – Sumatera), Lan-wu-li (Lamuri – Sumatera), Sho-po dan
Su-ki-tan (Jawa), Sha-hua-kung (Melayu Orang Laut), Possi (Sumatera Timur, ?),
P’o (Sulawesi).
Buku Zhu Fan Zhi, juga
menceritakan tempat bernama Fo-lo-an. Dada Meuraxa dalam ‘Sejarah Kebudayaan
Suku-Suku Di Sumatera Utara (1973)’, tentang Fo-lo-an, ia memprakirakan ‘Poloan’ dengan Labuhan di wilayah Medan –
Sumatera Utara saat ini. Dalam hal ini, Dada Meuraxa mentelaah juga wilayah
Belawan yang berhampiran dengan Labuhan tersebut. Ia mengutip naskah ‘Carita
Parahyangan’ adalah sebuah naskah Sunda kuno yang diperkirakan ditulis pada
akhir abad ke-16. Naskah ini berisi cerita sejarah Kerajaan Sunda,
khususnya mengenai kekuasaan di dua ibukota, yaitu Kadatuan Galuh dan Kadatuan
Pakuan. Carita Parahyangan menjadi sumber penting untuk memahami sejarah
Kerajaan Sunda.
Dada Meuraxa mengutip,
bahwa Raja dari Mataram datang berperang ke pesisir timur dan barat Sumatera,
lalu menaklukan negeri-negeri Berawan dan Barus. Di Berawan (kini: Belawan) ditetapkan
wakil Sanjaya, seorang Patih yang sah bernama Kanda Karma. Dari hikayat di
Barus, Sanjaya juga disebutkan menaklukan seorang ratu bernama Jaya Dana,
rakyat tempatan menyebutnya Puteri Runduk. Pati yang sah itu direka Dada
Meuraxa sebagai Petisah di Medan kini.
Buku Zhu Fan Zhi tak
hanya bicara daerah di Asia Tenggara sekitarnya, disitu juga memuat wilayah
yang ada di daerah Arab, bahkan Ma-kia (Makkah).
Hasil bumi di banyak
wilayah, terutama di bentangan yang kini disebut Nusantara, terdapat banyak
komoditas perniagaan. Ada Nau-zhi yaitu Kapur Barus dan Kemenyan. Ada pula Myrrh,
atau mur, merupakan resin aromatik yang berasal dari pohon
Commiphora. Resin ini telah digunakan selama ribuan tahun dalam berbagai
budaya untuk berbagai keperluan, termasuk pengobatan, wewangian, dan upacara
keagamaan.
Kayu Damar, kayu
cendana, musk wood yang memiliki zat aromatik yang umum digunakan sebagai aroma
dasar dalam wewangian, bahkan pohon nangka juga disebutkannya. Lilin lebah dari
bahan alami yang diproduksi oleh lebah madu, Batu Cat’s Eyes juga jadi
perhatiannya. Serta banyak komoditas baik rempah, kayu, puli, dan berbagai
produk menjanjikan di dunia bisnis masa itu.
Komentar