Oleh: M Muhar Omtatok
Kota Medan resmi berdiri
pada kamis 1 April 1909 bertepatan pada 10 Rabi'ul Awal 1327 H. Medan
resmi diakui sebagai sebuah “Gemeente”
oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, J.B. van Heutz, di
Buitenzorg. "Gemeente"
adalah istilah dalam bahasa Belanda yang berarti kotamadya atau
munisipalitas. Dalam konteks sejarah, terutama di Indonesia pada masa Hindia
Belanda, "Gemeente" merujuk pada struktur pemerintahan kota yang
memiliki otonomi, mirip dengan kotamadya atau kota praja. Pengakuan ini
menandai awal dari pemerintahan kota Medan yang resmi dan terorganisir,
meskipun sebelumnya telah ada lembaga seperti Afdeelingsraad van Deli.
Sebelum menjadi “Gemeente”, Medan memiliki Afdeelingsraad van Deli yang dibentuk
pada tahun 1906. Afdeelingsraad
merupakan dewan atau badan penasihat di tingkat afdeling, wilayah administratif
di bawah keresidenan. Dewan ini bertugas memberikan saran dan masukan
kepada Asisten Residen (kepala afdeling) dalam menjalankan pemerintahan di
wilayah tersebut. Namun, Afdeelingsraad
van Deli ini kemudian ditiadakan pada tanggal 1 April 1909, bertepatan
dengan ditetapkannya Medan sebagai “Gemeente”.
Tanggal 1 April 1909 menjadi tonggak sejarah penting dalam perkembangan Kota
Medan, menandai awal dari era pemerintahan kota yang lebih terorganisir dan
diakui.
Walau 1 April 1909
sebagai awal berdirinya Kota Medan, baru tanggal 21 April 1918 Medan memiliki Burgemeester. Burgemeester merupakan istilah Belanda yang bisa diterjemahkan
sebagai walikota jika diikuti pola pemerintahan saat ini. Burgemeester
pertama adalah Daniël baron Mackay yang saat itu berusia 40 tahun, sebelumnya
ia pernah menjadi Walikota Voorburg di Belanda, pada 1917 ia sudah bertugas
sebagai pagawai negeri di Hindia Belanda.
Sebelum penghunjukan Burgemeester Medan pertama, Kota Medan dipimpin Hoofd van de Gemeenteraad (Ketua Dewan
Kota) yaitu Asistent Resident van Deli en Serdang E.C. Th. Majer sebagai Hoofd van Plaatselijk Bestuur. Hoofd van Plaatselijk Bestuur adalah
istilah dalam bahasa Belanda yang berarti Kepala Pemerintahan Lokal atau Kepala
Wilayah.
Kemudian berturut turut Burgemeester Kota Medan:
1. Daniël
baron Mackay (21 April 1918 – 25 April 1931)
2. J.M.
Wesselink (25 April 1931 – 19 Agustus 1934)
3. Gerrit
Pitlo (19 Agustus 1934 – 27 Agustus 1938)
4. Carl
Erich Eberhard Kuntze (27 Agustus 1938 – 13 Maret 1942).
5. Shinichi
Hayasaki (13 Maret 1942 – 24 Agustus 1945 Di masa pendudukan Jepang).
Médan
di Perancis
Di Perancis juga ada
nama wilayah bernama Médan, berada di
tepi sungai Seine, sekitar 35 kilometer sebelah barat Paris. Médan adalah
sebuah komune kecil yang terletak di departemen Yvelines, Île-de-France,
Prancis. Komune ini dikenal sebagai tempat tinggal penulis terkenal, Émile
Zola. Secara administratif, Médan termasuk dalam arondisemen Saint-Germain-en-Laye.
Médan menjadi terkenal
karena Émile Zola, seorang penulis realis dan naturalis, yang tinggal di sana
dari tahun 1878 hingga kematiannya pada tahun 1902. Rumah Zola di Médan, yang
dikenal sebagai "La Maison Zola", kini menjadi museum yang
didedikasikan untuk kehidupan dan karya penulis tersebut. Meskipun kecil, Médan
memiliki sejarah yang terkait dengan kehidupan intelektual dan budaya Prancis
pada akhir abad ke-19.
Médan menjadi latar belakang beberapa novel Zola, termasuk "Nana" dan "Germinal", serta tempat di mana ia menulis banyak karyanya. Rumah Zola dan lingkungan sekitarnya memberikan gambaran tentang kehidupan seorang penulis terkemuka dan pengaruhnya terhadap sastra Prancis. Sebagai bagian dari Île-de-France, Médan memiliki hubungan dekat dengan Paris, baik secara geografis maupun budaya.
Adakah kaitan penamaan
Medan di Sumatera dengan Médan di Prancis ini? Entahlah, mungkin ini kebetulan
saja.
Pembangunan
Awal Kota Medan
Belanda memilih
menggunakan desain tata kota bergaya Eropa, terutama terinspirasi dari Haussmann Plan di Paris, saat mulai
mengembangkan Medan pada akhir abad ke-19, karena ada beberapa alasan
strategis, estetis, dan politis:
1.
Citra modern dan prestise kolonial
Pemerintah Hindia
Belanda memandang Medan lebih dari sekadar pusat perkebunan tembakau
Deli. Medan juga dilihat sebagai simbol kekuasaan dan kemajuan Eropa di
Asia. Hal ini karena Medan menjadi pusat aktivitas ekonomi, sosial, dan
budaya yang dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda.
Perkebunan tembakau
Deli yang sangat menguntungkan menjadikan Medan sebagai pusat perdagangan dan
ekonomi penting di Hindia Belanda. Kehadiran dan kontrol pemerintah kolonial
Belanda di Medan menunjukkan kekuasaan mereka atas wilayah tersebut. Pembangunan
infrastruktur, arsitektur bergaya Eropa, dan aktivitas bisnis di Medan dianggap
sebagai bukti kemajuan dan pengaruh Eropa di Asia. Julukan "Parijs van Sumatera" atau "Paris van Sumatra" untuk Medan
pada masa itu juga mencerminkan upaya untuk menghadirkan suasana Eropa di kota
tersebut, memperkuat citra Medan sebagai pusat kemajuan.
Meniru gaya boulevard nan
lebar, jalur lurus, dan tanah lapang ala Paris menciptakan kesan kota “modern,
bersih, dan teratur” bagi tamu asing dan investor, terutama dari Eropa.
2.
Fungsi kontrol sosial & keamanan
Tata kota ala Prancis
dengan jalan lurus dan lebar memudahkan mobilisasi pasukan, pengawasan, dan
pengendalian massa jika terjadi kerusuhan. Jalan yang lebar juga mempersulit
pembangunan barikade oleh penduduk lokal.
3.
Adaptasi dari pengalaman kota kolonial lain
Belanda sudah
mempraktikkan European City Planning
di Batavia (Jakarta), Semarang, dan Surabaya.
Penerapan konsep
perencanaan kota ala Eropa oleh Belanda terlihat jelas dalam pembangunan
kota-kota tersebut selama masa Hindia Belanda.
VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie)
memilih Batavia sebagai pusat kekuasaan mereka karena pelabuhannya yang
strategis dan kemudian membangun kota ini dengan gaya Eropa. Kota ini
memiliki tata letak yang teratur, jalan-jalan yang lebar, dan bangunan-bangunan
bergaya Eropa. Semarang juga mengalami transformasi signifikan di bawah
pemerintahan Belanda, dengan pembangunan infrastruktur dan pemukiman bergaya
Eropa. Terlihat dari adanya kawasan Pecinan, kawasan Eropa (spoorwijk),
dan kawasan kota lama yang memiliki arsitektur khas Eropa.
Surabaya sebagai kota
pelabuhan penting, juga mengalami perkembangan pesat dengan penerapan konsep
perencanaan kota Eropa oleh Belanda. Pembangunan jalan, kanal, dan
gedung-gedung pemerintahan mencerminkan gaya Eropa yang dominan.
Di Medan, mereka
mengadopsi konsep garden city dan boulevard yang memisahkan area “Eropa”
(pemerintahan, elite, dan ekspatriat) dengan kawasan etnis Tionghoa, pribumi,
dan pekerja perkebunan.
4. Kepentingan ekonomi
Medan dibangun untuk
mendukung industri perkebunan tembakau yang menghasilkan devisa besar bagi Deli
Maatschappij. Jalan yang lebar, jaringan rel kereta, dan akses ke pelabuhan
Belawan memperlancar distribusi hasil perkebunan ke Eropa.
Pada akhir abad ke-19,
pemerintah Belanda membuka kesempatan bagi pengusaha Eropa untuk menanamkan
modal di Deli (Medan) melalui Undang-undang Agraria 1870.
Deli Maatschappij yang didirikan
oleh Jacobus Nienhuys dan menjadi pemain kunci dalam pengembangan perkebunan
tembakau di Deli. Tembakau Deli sangat diminati di pasar Eropa, terutama
sebagai bahan pembungkus cerutu berkualitas tinggi. Industri tembakau
yang pesat ini membawa dampak ekonomi yang signifikan, termasuk peningkatan
pendapatan bagi Deli Maatschappij dan pemerintah Hindia Belanda.
Pembukaan perkebunan
tembakau juga menyebabkan perubahan sosial, termasuk migrasi tenaga kerja dari
berbagai daerah untuk bekerja di perkebunan. Medan menjadi pusat kegiatan
perkebunan tembakau dan berkembang menjadi kota yang ramai dengan berbagai
aktivitas ekonomi dan sosial. Keberadaan perkebunan tembakau menarik
berbagai bangsa untuk datang dan bermukim di Medan, menjadikan kota Suku Melayu
Deli ini memiliki suasana multikultural yang kaya. Karenanya sangat
dibutuhkan menjadi kota modern yang tertata dewasa itu.
5. Pengaruh arsitek
& insinyur kolonial
Beberapa perancang kota
Medan terinspirasi langsung dari pendidikan teknik sipil dan arsitektur di
Belanda dan Paris, sehingga wajar jika gaya perencanaan yang dibawa adalah European Continental Style.*



Komentar