Oleh: M Muhar Omtatok
Tuah sakti hamba negeri,
Esa hilang dua terbilang,
Patah tumbuh hilang berganti,
Tak Melayu hilang di bumi.
Kecil dikandung ibu,
Besar dikandung adat,
Mati dikandung tanah.
Biar mati pinak,
Jangan mati adat.
Pengertian
Adat
Secara etimologis, kata
adat berasal dari bahasa Arab ʿādah (عادة) yang berarti “kebiasaan” atau
“sesuatu yang dilakukan berulang-ulang” (Hazairin, 1965). Dalam perkembangan di
Nusantara, istilah ini digunakan untuk merujuk pada aturan hidup, norma sosial,
serta sistem nilai yang diwariskan turun-temurun dalam masyarakat.
Koentjaraningrat (1985)
mendefinisikan adat sebagai “sistem norma dan aturan yang berlaku dalam suatu
masyarakat yang bersumber dari nilai budaya dan diwariskan secara
turun-temurun”. Hal ini menunjukkan bahwa adat tidak hanya mencakup perilaku
lahiriah, tetapi juga mengandung nilai-nilai luhur yang dijadikan pedoman
hidup.
Menurut Van Vollenhoven
(1931), pakar hukum Belanda, “adat adalah hukum yang hidup (living law), yaitu hukum yang tumbuh,
berlaku, dan dipertahankan dalam kehidupan rakyat walaupun tidak tertulis”.
Pendapat ini menekankan sifat dinamis adat sebagai sistem hukum yang berbeda
dari hukum negara, tetapi sama-sama mengikat.
Hilman Hadikusuma
(1980) menambahkan bahwa “adat adalah peraturan sosial yang tumbuh, berkembang,
dan dipertahankan dalam masyarakat, baik tertulis maupun tidak tertulis”.
Sementara itu, Hazairin (1965) menekankan dimensi hukum dengan menyebut adat
sebagai “keseluruhan aturan tingkah laku yang nyata dalam masyarakat yang
memiliki kekuatan hukum”.
Dari berbagai definisi
tersebut, dapat dipahami bahwa adat adalah sebuah sistem yang menyatukan nilai,
norma, hukum, dan kebiasaan dalam kehidupan masyarakat. Ia bersifat mengikat,
diwariskan lintas generasi, serta berfungsi menjaga keteraturan sosial.
Pengertian
Adat Melayu
Adat Melayu merupakan
salah satu bentuk khusus adat yang berkembang dalam masyarakat Melayu.
Kekhasannya terletak pada keterikatannya yang erat dengan ajaran Islam.
Muhammad Muhar tentang
prinsip utama yang menjadi pegangan orang Melayu ialah: “Bersyahadat, Beturai,
dan Begagan”, dengan ketentuan seseorang itu berpuak Melayu apabila: “Beragama
Islam, Beradat Resam Melayu, dan Berbahasa Melayu”. Ungkapan ini menegaskan
bahwa adat Melayu hanya sah apabila bersyahadat artinya berpegang pada
Kitabullah dan Sunnah, sehingga ia dijadikan rujukan utama dalam pembentukan
adat (Muhammad Muhar, 2002).
Menurut Tenas Effendy,
“Adat Melayu adalah aturan hidup yang berlandaskan agama Islam, diwariskan
secara turun-temurun, menjadi pedoman dalam berpikir, bertindak, dan
berperilaku orang Melayu” (Tunjuk Ajar Melayu, 2004). Adat Melayu bukan sekadar
kebiasaan, melainkan filsafat hidup yang membimbing masyarakat dalam hubungan
dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam.
Syed Muhammad Naquib
al-Attas (1972) menegaskan bahwa “adat dalam kebudayaan Melayu adalah tatanan
moral dan sosial yang membentuk cara hidup berdasarkan Islam, sehingga adat
tidak dapat dipisahkan dari agama”. Hal ini memperlihatkan perbedaan mendasar
antara adat Melayu dan adat dalam masyarakat lain: adat Melayu tidak berdiri
sendiri, melainkan melekat pada ajaran agama.
Wan Hussein Azmi (1995)
menambahkan bahwa “Adat Melayu adalah sistem nilai dan norma masyarakat Melayu
yang berfungsi mengatur hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam,
serta manusia dengan Tuhannya.” Sementara Sidi Gazalba (1989) menyebut adat
Melayu sebagai “cermin kehidupan orang Melayu yang lahir dari tradisi, agama,
dan lingkungan, sehingga menjadi identitas dan jati diri orang Melayu.”
Dengan demikian, adat
Melayu dapat dipahami sebagai aturan hidup yang berlandaskan Islam, diwariskan
lintas generasi, dan menjadi penanda identitas budaya Melayu.
Ciri-Ciri
dan Fungsi Adat
Ciri-ciri adat biasanya tidak
tertulis, turun-temurun, fleksibel dan adaptif, serta memiliki akar pada
tradisi dan kepercayaan. Fungsinya antara lain mengatur interaksi sosial,
menjadi identitas kelompok, menjadi media pendidikan nilai moral, serta menjaga
kelestarian budaya dan lingkungan.
Secara umum aturan adat
tidak ditulis dalam bentuk kitab hukum, tetapi disampaikan secara lisan dari
generasi ke generasi. Adat diwariskan dan dipelajari dari satu generasi ke
generasi berikutnya melalui proses sosialisasi. Sehingga adat dapat menyesuaikan diri dengan perubahan
sosial dan budaya yang terjadi dalam masyarakat, sebagaimana pepatah Melayu, “Sekali
air bah, sekali tepian berubah”.
Adat merupakan hasil
kesepakatan dan praktik bersama anggota masyarakat, sering kali berkaitan erat
dengan nilai-nilai keagamaan, kepercayaan leluhur, dan unsur-unsur spiritual. Ia
menunjukkan identitas dan ciri khas
suatu kelompok atau suku bangsa.
Dari sisi fungsi, adat
berperan sebagai norma, nilai, dan praktik untuk menjaga keteraturan dalam
masyarakat dan menjadi pengawasan sosial. Adat menjadi media bagi generasi
muda untuk mempelajari nilai-nilai moral, etika, dan membentuk karakter. Adat
itu melestarikan budaya serta memperkuat identitas suku bangsa dari generasi ke
generasi. Dalam konteks masyarakat adat, adat dapat mengatur hubungan
mereka dengan tanah air tradisional dan lingkungan alamnya. Kepala adat
memiliki peran penting dalam campur tangan dan penyelesaian berbagai urusan
dalam masyarakat.
Unsur
Unsur Adat dalam Budaya Melayu
Unsure-unsur adat dalam
budaya Melayu umumnya dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori: Adat
nan sebenar adat yaitu berasal dari ajaran agama Kitabullah, Sunnah dan hukum
alam, Adat nan diadatkan yang berasal dari musyawarah untuk mufakat, Adat nan
teradat yaitu berasal dari kebiasaan yang sesuai dengan perkembangan zaman, dan
Adat istiadat atau Adat Resam yaitu kebiasaan turun-temurun.
1. Adat Nan Sebenar Adat
Adat berdasar kepada
pengertian manusia terhadap eksistensi dan sifat alam yang kasat mata ini.
Berdasarkan pengertian ini, maka muncullah ungkapan-ungkapan seperti:
“Adat
api membakar,
Adat
air membasahi,
Adat
lembu melenguh,
Adat
kambing mengembik”.
Itulah sebenarnya adat,
sesuatu yang tidak dapat disangkal sebagai sifat keberadaannya. Tanpa sifat itu
benda atau keadaan tadi, tidak wujud seperti keadaannya yang alami.
Adat yang tidak boleh
diubah-ubah yang merujuk pada adat sebenar adat atau nilai-nilai fundamental
yang mengikat masyarakat Melayu dan memiliki dasar yang kuat seperti ajaran
agama atau prinsip akhlak yang tidak bisa diabaikan atau dihilangkan.
Yang tak lekang oleh
panas, yang tak lapuk oleh hujan. Adat sebenar adat adalah inti adat yang
berdasar kepada ajaran Kitabullah dan Sunnah. Adat inilah yang tidak boleh
dianjak-alih, diubah, dan ditukar. Dalam ungkapan adat dikatakan,
“Dianjak
layu,
Diumbat
mati,
Bila
diunjuk ia membunuh,
Bila
dialih ia membinasakan”.
2. Adat Nan Diadatkan
Peraturan tempatan yang
hadir atas mufakat. “Bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat”.
Adat yang diadatkan ini
dahulu dibentuk melalui undang-undang kerapatan adat, tanpa bertentangan dengan
Adat Sebenar Adat, yang beragam. “Lain lubuk lain ikannya, Lain padang lain
belalang”.
3. Adat Nan Teradat
Yang dimaksud dengan
“Adat Nan Teradat” adalah kebiasaan dalam kehidupan masyarakat Melayu yang
boleh ditambah atau dikurangi dan bahkan boleh ditinggalkan, selama tidak
bertentangan dengan Adat Sebenar Adat & Adat Yang Diadatkan.
“Sekali
air bah, sekali tepian berubah,
Sekali
zaman beredar, sekali adat berkisar”.
4. Adat Istiadat (Adat Resam)
Adat dan kebiasaan yang
diikuti turun temurun. Adat istiadat merupakan sistem norma atau tata kelakuan
yang tumbuh, berkembang, dan dijunjung tinggi.
Misalnya adat
perkawinan, turun tanah, melenggang perut, tepung tawar, upah upah jeput
semangat, permakluman dan pengukuhan raja, pemakaman raja, jamu laut, jamu
sungai, jamu bendang, menjamas pusaka, mandi berlimau, dan sebagainya.
Ia disebut pula sebagai
Adat Resam, yaitu peraturan yang menjadi
yang dipakai turun-temurun. Adat peraturan atau adat yang biasa dipakai,
apa-apa yang selalu dilakukan, tabiat
dan kebiasaan terwaris.*
Komentar