Melayu Di Sumatera Utara Dan Etnobotani

 


oleh: M Muhar Omtatok

Etnobotani berhubungan antara manusia dan tumbuhan, khususnya bagaimana suatu masyarakat memanfaatkan tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam pengobatan, pangan, budaya, dan ekonomi. Ini melibatkan studi tentang pengetahuan tradisional masyarakat tentang tumbuhan, cara mereka menamai, mengklasifikasikan, dan menggunakan tumbuhan tersebut. 

Etnobotani juga mencakup bagaimana masyarakat menggunakan tumbuhan untuk berbagai keperluan seperti obat-obatan, makanan, bahan bangunan, pewarna, dan keperluan ritual. 

Sebagai pengetahuan tradisional, tumbuhan terkait dengan budaya dan kepercayaan masyarakat, termasuk dalam upacara adat, sistem kepercayaan, dan mitologi. 

Etnobotani memiliki peran penting dalam berbagai bidang, termasuk konservasi keanekaragaman hayati, membantu dalam pelestarian berbagai jenis tumbuhan yang memiliki nilai penting bagi masyarakat, menemukan potensi tumbuhan obat tradisional yang dapat dikembangkan menjadi obat modern. Dalam ketahanan pangan, pemanfaatan tumbuhan untuk pangan dan mencari cara untuk meningkatkan produksi pangan. Pengembangan ekonomi lokal, dengan memanfaatkan potensi tumbuhan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan. 

Dengan demikian, etnobotani tidak hanya menjadi studi tentang tumbuhan, tetapi juga tentang budaya, pengetahuan, dan hubungan manusia dengan lingkungannya. 


Melayu Dan Etnobotani

Suku Melayu di Sumatera Utara memiliki hubungan erat dengan tumbuhan, baik sebagai sumber obat-obatan, bahan masakan, maupun dalam seni dan budaya. Tumbuhan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, mulai dari mengobati penyakit hingga menjadi bagian dari upacara adat dan tradisi. 

Masyarakat Melayu di Sumatera Utara sejak zaman dahulu, telah memahami hubungan antara puak Melayu dan tumbuhan, khususnya bagaimana suatu masyarakat memanfaatkan tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari. Tercermin kebanyakan motif ornamen tradisional Melayu di Sumatera Utara, merupakan tumbuh-tumbuhan yang memiliki filosofis khusus yang dituangkan dalam wastra, ukiran tebuk, ornamen bangunan, kuliner dan sebagainya.

Motif ornamen tradisional Melayu di Sumatera Utara, sebut saja pucuk rebung, tampuk manggis, bunga kenanga, bunga melur, pucuk labu, keluk bajarenggi, keluk paku, pucuk pandan, buku bemban, bunga cempaka, dan sebagainya.

Tumbuhan bagi Suku Melayu di Sumatera Utara, ada sebagai fungsi:

·       Masakan,

·       Ulam,

·       Tawar Ubat,

·       Sarana Adat Budaya,

·       Bangunan, juga

·       Tuah, Seri Rezeki & Pantang Larang

Secara etnobotani Melayu, tumbuhan ditanam atau tumbuh mesti sesuai tempatnya, ‘tiada boleh sungsang, tiada boleh melanggar pantang’, sehingga ada:

·       Tetumbuhan Laman (ada yang boleh ditanam di halaman depan rumah, ada yang boleh di halaman belakang rumah),

·       Tetumbuhan Padang (tanaman ladang),

·       Tetumbuhan Bendang (tanaman yang tumbuh di sawah atau jenis tanah berair layaknya sawah),

·       Tetumbuhan Rimba (tanaman hutan),

·       Tetumbuhan Peringgan (tanaman batas tanah),

·       Tetumbuhan Belukar (tanaman semak atau hutan kecil),

·       Tetumbuhan Tepian (tanaman di pinggir sungai, muara, laut, paluh),

·       Tetumbuhan Tasik (tanaman di air misalnya danau atau sungai),

·       Tetumbuhan Pandau (tanaman rawa, paya),

·       Tetumbuhan Kuburan (tumbuhan di pemakaman).

 

Jenis-jenis tumbuh-tumbuhan Orang Melayu dari fungsinya, seperti:

a.    Untuk bahan masakan, misalnya:

Rumbia (Metroxylon sagu) sejenis palma penghasil tepung sagu, untuk makanan pokok dan kuih muih.

Padi (Oryza sativa) merupakan salah satu tanaman  budidaya terpenting dewasa ini untuk beras sebagai makanan pokok dan tepung.

Pulut (Oryza sativa L. var. Glutinosa) penghasil beras pulut dan tepung.

Ubi Kayu (Manihot esculenta, Manihot utilissima) diolah langsung atau menjadi tepung.

Ubi Rambat (Ipomoea batatas) diolah langsung sebagai bahan makanan.

Kelapa (Cocos nucifera)  disebut juga nyiur, niogh, serta kelambir. Kelapa dikenal Orang Melayu  karena kegunaannya yang beragam. Untuk bahan makanan, kelapa dipergunakan untuk berbagai fungsi misalnya untuk olahan lauk minyak serta kuih muih.

Jagung (Zea mays ssp. mays)   bagian jagung yang biasa dimakan Orang Melayu adalah bijiannya (grain), cuma tidak lazim sebagai makanan pokok. Dimanfaatkan untuk makan yang langsung direbus bersama tongkolnya, bahan kue dan penghasil tepung.

b.    Ulam

Ulam adalah bahasa Melayu untuk pucuk daun atau buah yang dimakan mentah yang biasanya dengan makanan pokok. Di luar Melayu disebut lalapan.

Jenis ulam yang dipakai Suku Melayu di Sumatera Utara sangat beragam, misalnya saja:

Ulam Raja, Pucuk Suring (Cosmos caudatus), menjadi ulam langsung atau dibumbui kelapa menjadi sayur kerabu.

Kemangi  (Ocimum basilicum) sebagai ulam dan tumbuhan aromatic dalam masakan.

Bajarenggi (Oenanthe javanica) yaitu pucuk selom sebagai ulam langsung atau dibumbui kelapa menjadi sayur kerabu.

Pagaga (Centella Asiatica) tanaman liar sebagai ulam langsung serta menjadi sayur anyang pegaga.

Temu Pauh (Curcuma mangga), dimakan langsung sebagai ulam atau dijadikan sambal.

Binjai (Mangifera caesia, Mangifera kemanga), asam binjai dijadikan sambal yang disebut sambal binjai.

Ramunia (Bouea macrophylla Griff.)  dijadikan ulam, juga menjadi sambal ramunia.

Asam Kumbang (Mangifera quadrifida) selain dirujak, ia bisa diulam serta menjadi sambal.

Janggus, Gajus (Anacardium occidentale) pucuk daunnya sebagai ulam bersama sambal belacan.

c.     Tawar Ubat.

Merupakan tumbuhan tanaman obat yang dipergunakan turun temurun bagi Suku Melayu, seperti:

Halia  (Zingiber officinale) selain sebagai bumbu masakan dan ulam, halia dipakai sebagai tawar ubat Melayu.

Kunyit  (Curcuma longa Linn. syn. Curcuma domestica Val.) bagi Orang Melayu, kunyit dilambangkan sebagai kemuliaan, sehingga tidak cuma dipakai sebagai bumbu masakan, ia digunakan dalam makanan adat tradisi seperti pulut kuning, dalam perdukunan serta tawar ubat.

Cekur (Kaempferia galanga) merupakan tanaman obat, ada jenis cekur manis yang daunnya menjadi ulam.

Jerangau  (Acorus calamus) adalah tumbuhan terna yang rimpangnya dijadikan bahan obat-obatan dan penangkal bayi.

Kunyit Bungle (Zingiber zerumbet) adalah tumbuhan terna yang rimpangnya dijadikan bahan obat-obatan dan penangkal bayi.

Akar Ali Ali (Tinospora cordifolia) jadi obat untuk sakit gula, gatal kulit, badan lemas dan sebagainya.

Dukung Anak (Phyllanthus urinaria)  banyak digunakan sebagai obat, yang pohonnya direbus di dalam periuk tanah. Ia sebagai tawar ubat untuk sakit buah pinggang, perut, hati, sakit kaki, darah dan sebagainya.

Pala (Myristica Fragrans) adalah obat luar yang dipergunakan orang Melayu dengan cara tumbukan pala yang dibalurkan.

Remunggai (Moringa oleifera) selain untuk sayur, remunggai dipakai sebagai obat badan lemas, sakit gula, badan bentan, serta ubat laki bini.

Landoyung (Helicteres hirsute) dipergunakan perasan kulitnya, selain untuk bumbu utama anyang ayam di wilayah Tebingtinggi, perasan kulit dipergunakan untuk obat perut dan luka dalam.

Buas-buas, Bebuas (Premna serratifolia L.) selain digunakan dalam masakan Melayu, seperti pais, bubur pedas, kerabu dan lainnya, ia juga sebagai obat, seperti melancarkan susu ibu, tambah tenaga, mengatasi masuk angin, obat luka dan sebagainya.

Terbangun, Bangun Bangun, Bebangun   (Plectranthus amboinicus)  menjadi sayur untuk ibu baru melahirkan agar lancer susu. Juga digunakan umum sebagai obat pernafasan, meredakan demam, obat buah pinggang dan lainnya.

Daun Nasi Nasi (Sauropus androgynus) dimakan sebagai sayur yang berkhasiat, misalnya untuk untuk ibu baru melahirkan agar lancer susu.

Bunga Raya (Hibiscus rosa-sinensis L) bunganya diremas dengan sedikit air untuk meredakan demam, batuk, sakit kepala, dan membantu menurunkan tekanan darah.

Bakung (Crinum asiaticum) banyak jenis tumbuhan bakung, jenis bakung yang digunakan biasanya berdaun ramping dan berbunga putih berlembar lembar, digunakan untuk obat terkilir dengan melayur daun di atas api sambil dibaluri minyak kelapa, lalu dibungkus ke tubuh yang terkilir.

d.    Sarana Adat Budaya

Ada beberapa tumbuhan yang dipergunakan sebagai sarana adat Melayu, misalnya:

Untuk bahan tepung tawar, yaitu Limau Purut atau Limau Mungkur (Citrus hystrix DC), Daun Sepenuh (Proiphys amboinensis - syn. Eurycles amboinensis), Daun Sidingin (Kalanchoe pinnata), Jejurun (Starcytarpheta folia), Rumput Sambau (Eleusine indica), Ganda Rusa /Sitawar (Justicia gendarussa vulgaris), Pepulut (urena lobata pepulut), Daun Kalinjuhang (Cordyline fruticosa), Pandan (Pandanus amaryllifolius), setarta bunga Kenanga (Cananga odorata), Melur (Jasminum sambac) dan  Mawar (Rosa hybrida).

Dalam adat Melayu juga banyak menggunakan limau (bahasa Indonesia: Jeruk), seperti Limau Purut atau Limau Mungkur (Citrus hystrix DC), Limau Kuku Harimau (Citrus medica var. Sarcodactylis ), Limau Bunian, Limau Lelang (Merope angulata) , Limau Kambing, Limau Telur Buaya, Limau Mata Kerbau, Limau Hantu, Limau Kapas, Limau Pahit, Limau Sundai, Limau Kedangsa, Limau Kesturi, serta lainnya.

Dalam sekapur sirih, ada bahan Sirih (Piper betle. L.), Pinang (Areca catechu), Gambir (genus Uncaria), Tembakau dan tentunya kapur.

Banyak sekali sarana adat yang digunakan misalnya dalam Jamu Laut, Jamu Sungai, Jamu Bendang, Menghanyut Lancang, Menabalkan Nama, Turun Tanah dan sebagainya.

Adalah adat mandi berlimau yang menggunakan pangir, yaitu bahan dari pada daun dan buah Limau Purut atau Limau Mungkur (Citrus hystrix DC), Pandan (Pandanus amaryllifolius), Mayang Pinang (Areca catechu), Daun Nilam (Pogostemon cablin Benth.), Serai Wangi (Cymbopogon nardus), serta Akar Rusar (Vetiveria zizanioides).

e.     Bangunan

Sejak dahulu Orang Melayu bergantung pada pohon untuk membangun bangunan, baik untuk dangai (pondok kecil di daerah sawah atau ladang), jambur (gubuk untuk hunian sementara), rumah, balai, astaka, hingga istana.

Pohon dipilih jika membuat rumah apa lagi istana. Ia diatur menurut pelambang dan khasiat tuah yang dpercaya. Bahkan jika kayu dipasang sungsang yaitu terbalik, maka menurut teknologi tradisional, dianggap tidak membawa tuah dan bangunan tidak bertahan lama.

Selain itu pemanfaatan pohon yang ada di Sumatera Utara bagian timur, menjadi pertimbangan juga, seperti penggunaan buluh (bambu) dan batang kelapa bisa dipergunakan untuk jambur. Bahkan ada dangau di pedalaman Langkat menggunakan daun Sang (Johannestijsmania altifrons), tanaman endemik yang banyak ditemukan di kawasan Aras Napal, Langkat.

Untuk bangunan permanen, biasanya dipakai kayu terpilih, namun tetap mengindahkan pelambang dan tuahnya. Contoh saja, walau Pokok Raja atau Tualang bisa dibuat papan, dulu ia tidak dipergunakan untuk bangunan rumah atau istana.

Ada beberapa jenis kayu yang dipakai, seperti Kayu Merbau, Kayu Bulian, Damar Laut, Kayu Gaharu, Kayu Jati, Kayu Meranti, Kapur Barus untuk perabot, Kayu Bingkarai, Kayu Gelam, Kayu Laut dan sebagainya.

f.      Tuah, Seri Rezeki & Pantang Larang

Keyakinan tradisional Melayu terhadap alam adalah pandangan ‘begagan’ yang dianut oleh masyarakat adat atau tradisional Melayu yang menempatkan alam sebagai entitas yang memiliki nilai spiritual dan sakral. Dalam keyakinan ini, alam tidak hanya dipandang sebagai sumber daya, tetapi juga sebagai bagian integral dari kehidupan manusia, tempat bersemayamnya ‘Atok Muyang - saudara mara yang tak tampak’ , dan memiliki kekuatan yang dapat memengaruhi kehidupan puak Melayu. 

Keyakinan Orang Melayu pada tuah, seri rezeki dan pantang larang, menjadi keyakinan tradisional terhadap alam, walau acapkali bersinggungan dengan keyakinan kekinian yang modern.

Orang Melayu dulu segala sesuatu mempertimbangkan tuah, seri rezeki dan pantang larang. Karena tuah berhubungan dengan keberuntungan hidup, seri rezeki membawa keberhasilan rezeki, dan di sisi lain ada pantang larang yaitu tabu menurut adat turun temurun.

Contoh sederhana, beberapa jenis bunga dianggap punya unsure seri rezeki jika ditanam di halam depan rumah, seperti bunga sipanggil, kenanga, melur,  atau juga mawar. Namun menjadi pantang larang bila pohon pisang, lada (cabai atau tanaman pedas) ditanam di halaman dean, karena ia tanaman belakang rumah atau ladang.

Tetumbuhan kuburan atau tumbuhan di pemakaman, misalnya Kamboja (genus Plumeria), Puring  (Codiaeum variegatum), Patah Tulang (Euphorbia tirucalli); tidak boleh ditanam di halaman rumah, dianggap hilang tuah rumah tersebut, diibaratkan laksana kuburan. Bahkan pohon patah tulang di tanam di rumah, disebut bakal ada yang patah tulangnya, karena pohon patah tulang itu jadi tawar ubatnya. Begitu juga kamboja dan puring, dianggap membuat seri rumah menjadi hilang mersingnya, penghuninya pun sering sakit.

Tetumbuhan peringgan yaitu tanaman batas tanah, biasanya jenis itu itu saja, misalnya pinang serta kalinjuhang. Dianggap membawa tuah dan menjadi otoritas tak tertulis dengan pemilik watas tanah.

 

Tetumbuhan Padang menjadi tanaman ladang), tetumbuhan belukar menjadi tanaman semak atau hutan kecil, tetumbuhan Bendang menjadi tanaman yang tumbuh di sawah atau jenis tanah berair layaknya sawah. Begitu juga  Tetumbuhan Rimba menjadi tanaman hutan, tetumbuhan Tepian menjadi tanaman di pinggir sungai, muara, laut, paluh. Begitu seterusnya. Agaknya ini menjadi tata nilai ekosistem yang dijaga turun temurun.*







Komentar