Musik Melayu Dan Perkembangannya

 

Oleh: M. Muhar Omtatok

Musik merupakan seni yang menggunakan suara dan nada yang diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan komposisi yang mengandung unsur-unsur seperti melodi, irama, harmoni, dan ekspresi. Musik dapat berupa lagu atau komposisi instrumental yang mengungkapkan perasaan dan pikiran penciptanya, serta dapat digunakan sebagai sarana ritual, hiburan, edukasi, atau penyampaian aspirasi. Ia sebagai bahasa universal yang dapat dipahami oleh berbagai budaya dan dapat membangkitkan berbagai emosi. Musik dapat menjadi sarana komunikasi, ekspresi diri, dan pengalaman estetika. 

Asal-usul musik pada masyarakat kuno sering terkait dengan ritual, kepercayaan, dan dunia supranatural. Di banyak kebudayaan, musik dianggap anugerah dari dewa atau roh leluhur. Misalnya, dalam mitologi Yunani, musik dianggap berasal dari Apollo dan para Muses.

Di Nusantara, musik awal muncul dari alat-alat ritus yang bahannya ada di sekitar, misalnya tetabuh, gong, seruling, atau nyanyian mantra yang dipakai untuk memanggil hujan, menolak bala, mengiringi upacara kesuburan serta berbagai hal lainnya. Saat itu musik menjadi jembatan antara manusia dengan alam gaib, untuk berkomunikasi dengan roh, dewa, atau moyang.

Etnomusikologi

Etnomusikologi sebagai cabang ilmu yang mempelajari musik dalam konteks budaya dan sosial, ia sebagai ilmu yang mempelajari musik dalam konteks budaya, masyarakat, dan fungsi sosialnya. Jadi, tidak sekadar bunyi, tetapi makna musik bagi komunitas. Secara sederhana, etnomusikologi menggabungkan aspek musikologi (studi musik) dan antropologi (studi budaya). Ilmu ini berfokus pada pemahaman bagaimana musik mencerminkan identitas budaya, sejarah, dan kehidupan sehari-hari suatu kelompok masyarakat. 

Etnomusikologi, dalam fungsi sosialnya, mempelajari musik sebagai bagian integral dari budaya dan masyarakat. Etnomusikolog mengkaji bagaimana musik mencerminkan, membentuk, dan dipengaruhi oleh berbagai aspek kehidupan sosial, seperti identitas, norma-norma budaya, kepercayaan, dan politik. Dengan kata lain, etnomusikologi tidak hanya mempelajari musik itu sendiri, tetapi juga bagaimana musik berinteraksi dengan dan mencerminkan kehidupan sosial suatu kelompok masyarakat. 

Dalam konteks alat musik tradisional, etnomusikologi mempelajari bagaimana alat musik tersebut digunakan, diproduksi, dan dipahami dalam masyarakat tertentu. Ini mencakup analisis fungsi sosial, ritual, dan estetika dari alat musik tersebut. Juga, struktur musik bukan hanya aspek teknis dalam etnomusikologi, tetapi juga menjadi kunci untuk memahami musik dalam konteks sosial, budaya, dan sejarahnya yang lebih luas.  Ini mencakup analisis terhadap elemen-elemen musik seperti melodi, ritme, harmoni, dan bentuk, serta bagaimana elemen-elemen ini berinteraksi dan membentuk kesatuan musik yang khas dalam suatu budaya. 

Sehingga etnomusikologi dikenal sebagai antropologi musik, studi tentang musik dalam konteks sosial dan budaya. Tradisi lisan memainkan peran penting dalam etnomusikologi karena banyak musik tradisional, terutama yang berasal dari budaya non-Barat, diwariskan dan dilestarikan melalui cerita, nyanyian, dan pertunjukan yang diturunkan dari generasi ke generasi. 

Melayu Dan Musik

Musik Melayu memiliki sejarah yang panjang dan kaya, terbentuk dari ketulenan dan perpaduan kultural. Interaksi antara budaya lokal, tidak mungkin terelakkan karena negeri-negeri Melayu telah lama membangun tamadun atau peradaban, yang saling berinteraksi dengan kebudayaan luar dan pendatang. Islam, Arab,  India, Barat dan daerah-daerah lain yang berhampiran, telah membentuk karakteristik unik dari musik Melayu. 

Musik Melayu sering dibagi menjadi tiga kategori, menurut waktu lahirnya, fungsi  dan alat musik yang dipakai, yaitu musik Melayu asli, musik Melayu tradisional, dan musik Melayu modern. 

Musik Melayu Asli merupakan bentuk musik Melayu yang paling awal, berkembang sekitar abad ke-5 hingga ke-16. Alat musik yang digunakan umumnya sederhana seperti tetabuhan. Ada Tabuh Larangan yaitu musik di istana Melayu yang salah satu fungsinya sebagai musik nobat dan pengiring tari menghadap duli serta Tari Junjung Raja.  Ada pula musik yang pakai dalam ritual, misalnya Upacara Menghanyut Lancang (Meniti Gobuk), Tari Gubang, Tari Giring-Giring, Betabik Moyang, dan sebagainya

Musik Melayu Tradisional dalam perkembanganya menggunakan alat musik pukul seperti gong dan tetabuh, serta alat musik gesek seperti rebab. Musik ini diperkirakan berkembang antara tahun 1600-an hingga seterusnya.  Musik Melayu Tradisional terkadang mewarnai Musik Melayu Asli karena karena adanya akulturasi budaya dan perkembangan zaman. Interaksi masyarakat Melayu dengan berbagai budaya Melayu dari beda negeri, serta perubahan dalam preferensi musik seiring waktu, menyebabkan musik Melayu asli mengalami modifikasi dan penyesuaian, termasuk penambahan alat musik dan gaya musik baru. 

Teater Melayu seperti Bangsawan, Makyong, juga pada Pencak Silat, Rodat, Zapin memakai Musik Melayu Tradisional.

Di masa Malaka telah dihadiri para pendatang, seperti Portugis Pada tahun 1511 – 1641, ternyata turut mempengaruhi perkembangan musik Melayu yang bukan hanya di Semananjung, tapi sampai ke Sumatera serta Borneo.

Dalam Musik Melayu Modern, musik Melayu tradisional sudah bertambah fungsi sebagai sarana hiburan. Akhirnya muncul upaya memadukan alat musik tradisional dengan instrumen modern seperti Biola dan akordeon sering dimainkan bersama dalam musik Melayu, terutama di Pesisir Timur dan Barat Sumatera Utara, di mana biola digunakan untuk melodi dan akordeon untuk harmoni dan ritme. 

Perkembangan musik Melayu dari masa ke masa ini menunjukkan adaptasi dan inovasi dalam penggunaan alat musik dan gaya bermusik, tetapi tetap mempertahankan ciri khas Melayu yang kaya akan nilai budaya dan adab. 

Ada berbagai macam rentak (pola irama) dalam musik Melayu, rentak musik Melayu bervariasi, tetapi secara umum terbagi menjadi beberapa jenis rentak utama. Rentak ini berbeda dalam metrik, tempo, dan nuansa emosi yang disampaikan. Beberapa pendapat ahli mengklasifikasikan rentak musik Melayu menjadi Rentak Senandung, Mang Inang, dan Lagu Dua. Selain itu, ada juga pembagian berdasarkan gaya dan fungsi, seperti Rentak Langgam, Inang, Joget, dan Zapin. 

Rentak Senandung memiliki metrik 4/4 dengan tempo lambat, seringkali dengan nuansa sedih. Contoh lagu yang menggunakan rentak ini adalah "Kuala Deli" dan "Laila Manja". 

Rentak Mang Inang memiliki metrik 2/4 dengan tempo sedang, biasanya bertemakan kasih sayang atau persahabatan. Contoh lagunya antara lain "Mak Inang Pulau Kampai" dan "Mak Inang Setanggi".

Rentak Lagu Dua memiliki metrik 6/8 dengan tempo yang lebih cepat dan nuansa riang gembira, seringkali digunakan dalam lagu-lagu bergenre joget. Contohnya adalah "Tanjung Katung" dan "Hitam Manis". 

Rentak Langgam metrik 4/4 dengan kecepatan andante. Contoh lagu yang menggunakan rentak ini adalah "Makan Sirih" dan "Patah Hati". 

Rentak Inang metrik 4/4 dengan kecepatan moderato, sejenis rumba. Contoh lagu yang menggunakan rentak ini adalah "Mak Inang Pulau Kampai" dan "Mak Inang Lenggang". 

Rentak Joget memakai metrik 2/4 dengan tempo cepat (allegro). Contoh lagu yang menggunakan rentak ini adalah "Tanjung Katung" dan "Selayang Pandang". 

Rentak Zapin memiliki metric 6/8 dengan kecepatan moderto. Istilah "Zapin" berasal dari bahasa Arab yang berarti "derap kaki". Contoh lagu yang menggunakan rentak ini adalah "Zapin Sri Gading" dan "Zapin Sayang Serawak". 

Selain pembagian di atas, musik Melayu juga dikenal dengan ciri khas cengkok, grenek, dan patah lagu dalam teknik vokalnya. Grenek dalam teknik Melayu merujuk pada teknik hiasan suara atau ornamentasi dalam musik Melayu, khususnya dalam vokal, yang menciptakan getaran suara rapat seperti vibrato. Istilah ini sering digunakan bersama dengan cengkok, yang juga merupakan teknik pengolahan suara, namun grenek lebih menekankan pada artikulasi dan pengucapan untuk menciptakan efek suara yang khas ‘beresam Melayu’.

 Musik Melayu juga seringkali diiringi dengan alat musik tradisional seperti gendang pakpong, gendang dua muka, gambus, gong, dan serunai, serta perkembangannya bisa ‘kawin’ dengan musik yang datang atau dikenal dalam istilah Musik Bandar. Musik bandar merupakan salah satu jenis musik yang dikategorikan sebagai hasil dari proses apropriasi musikal, yaitu penyesuaian dan penerimaan antara budaya yang datang dengan budaya tempatan.*


Komentar