Tradisi Mebat Dalam Budaya Melayu di Sumatera Utara

 


Selepas seluruh upacara adat bersanding selesai, dan telah resmi pasangan mempelai menjadi suami istri, maka kedua suami istri baru ini berkunjung ke rumah kaum kerabat yang dekat dan dituakan, pada hari yang ditetapkan. Tradisi Mebat ini merupakan bentuk penghormatan dan upaya tanda berterimakasih dan mempererat tali silaturahmi antara kedua suami istri baru  yang berkedudukan secara adat pertuturan sebagai cucu, kemanakan, seta semenda dalam sebuah keluarga baru. 

Tradisi Mebat dalam budaya Melayu di Sumatera Utara, walau saat ini nyaris terlupakan, namun memiliki manfaat besar bagi pasangan baru suami istri, bukan saja menjaga kelestarian adat, tapi juga tradisi ini memperkuat ikatan emosional dan sosial dalam keluarga dekat dan sebagai semenda baru.

Saat tradisi mebat ini dilaksanakan, pasangan suami istri baru ini, sesuai tradisi membawa ‘bawaan”, yaitu buah tangan berupa juadah khusus yang diatur turun temurun.

Bawaan sebagai buah tangan yang utama adalah Kue Rasidah yang dibuat dengan tampilan yang elok lagi indah.  Kue Rasidah (juga dikenal sebagai Hasidah, Asidah atau Lasidah) adalah salah satu makanan tradisional khas dalam kebudayaan Melayu, terutama dikenal di wilayah Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara, juga ada di Tamiang Aceh, Riau, Kepulauan Riau, hingga ke Brunei, Malaysia, dan Kalimantan Barat.

 

"Bermula juadah dahulu kala,

Rasidah disebut kaum istana,

Lasidah penghalau hantu puaka,

Asidah sebutan rakyat kaula.

 

Pelambang tangkal hasat serata,

Petunjuk hidup limpah kurnia,

Pandai pandai hidup laksana,

Manis melekat resam dek ugama.

 

Rasidah bukan setiap ada,

Apatah macam hidang biasa,

Resam Melayu menghatur cara,

Semenjak poyang dahulu kala".

 

Karenanya Kue Rasidah merupakan Kue khas Suku Melayu. Suku Melayu di Sumatera Utara pada acara Nasi Hadap Hadapan di majelis perkawinan, akan menghidangkan berpuluh juadah; salah satunya adalah Kue Rasidah. Kue ini juga menjadi bawaan utama pada Tradisi Mebat bagi perkawinan kaum beradat.

 

Pada Tradisi Mebat dalam budaya Melayu di Sumatera Utara,  Kue Rasidah memiliki pelambang khusus, yang dipercayai membawa makna mememohon manis melekat dalam bersaudara dan bersemenda, dituntun untuk berpandai-pandai dalam hidup, meminta petunjuk petuah yang berfaedah, menangkal hasad dengki, dan dilambangkan sebagai adat resam dan agama yang berpadu dalam puak Melayu tiada boleh terpisah. "Rasidah" sendiri memiliki arti yaitu: yang mendapatkan petunjuk, yang cerdas, atau yang bijaksana. Kata Rasidah ini dikaitkan dengan sifat-sifat positif seperti kecerdasan, kematangan dalam berpikir, dan kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat. 

Di samping Kuih Rasidah, biasanya ada juadah pendamping, contohnya Kue Bingka (Bingkang, Bengkang, Bika). Jenis kue bingka yang dibawa biasanya, Tempur Banda (Kuih Bando) atau Bingka Ambun.

Tempur Banda secara bahasa Melayu bermakna mampu bertempur terhadap berbagai urusan, artinya pasangan suami istri baru ini meminta tunjuk ajar agar sanggup menghadapi urusan hidup. Sedangkan Bingka Ambun adalah kue yang dipanggang khas Melayu, ada sedikit campuran labu, Saat ini Bingka Ambun dimodifikasi tanpa labu dengan sebutan Bika Ambon. Ambun dalam bahasa Melayu bermakna laksana embun yang lembut dan membuat nyaman. Sehingga Bingka Ambun dilambangkan saat Tradisi Mebat sebagai permohonan pasangan baru diberi tunjuk ajar agar mampu berlembut lembut, menyamankan dan ibarat embun yang menyejukan.*(M Muhar Omtatok)


Komentar