Tengoklah
emak menyulam kain
Tiada lupa memasak pengat
Tengoklah budak pabila bermain
Tiada sedih badanpun kur semangat
oleh: M
Muhar Omtatok
Permainan anak-anak tradisional, terasa hilang kini, berganti dengan permainan import yang mengajarkan individualisme dan naluri menyerang, seperti play station, game online dan sebagainya.
Hj. T Rosmalina, Pemerhati soalan Melayu di Tebingtinggi, mengatakan bahwa permainan anak-anak tradisional boleh membangkitkan rasa kerja sama dan penyesuaian diri yang baik karena terbiasa melakukan sesuatu bersama-sama. Sebagai makhluk sosial, kita pasti membutuhkan kehadiran orang lain dalam hidup kita. Tak mungkin segalanya dapat dilakukan sendiri. Sekecil apapun bantuan orang lain sangat berperan dalam hidup kita.
Selanjutnya
Hj. Rosmalina berpendapat, “Permainan budak-budak masa lampau, boleh melatih
tubuh lebih sehat dan kreatif. Budak-budak lampau bermain dengan riangnya,
sambil bergerak seimbang. Tak macam budak kini, cuma terconggok di depan
monitor seorang diri, macammana pula kelak mereka sanggup berhadapan dengan
orang banyak, ditambah lagi tubuh tiadalah mungkin terbiasa, bergerak,
budak-budak kini jadi pelesuh”.
Dalam tradisi budaya permainan anak-anak, sangat banyak jenis permainan yang tercipta. Sebut saja Congkak, Seremban/Serimbang/Selambut, alif jongkok, alif cendong, alif ba ta liun, alif berondok, galah asin/bilun, sambar elang, menyelam di sungai,gasing, layang-layang/wau, yoyo, kumkum, engklek dan sebagainya.
Ada pula permainan anak-anak Melayu dengan mengujarkan lagu-lagu tertentu saat bermain. Disini saya coba berikan sedikit, sesuai ingatan saya.
Dalam tradisi budaya permainan anak-anak, sangat banyak jenis permainan yang tercipta. Sebut saja Congkak, Seremban/Serimbang/Selambut, alif jongkok, alif cendong, alif ba ta liun, alif berondok, galah asin/bilun, sambar elang, menyelam di sungai,gasing, layang-layang/wau, yoyo, kumkum, engklek dan sebagainya.
Ada pula permainan anak-anak Melayu dengan mengujarkan lagu-lagu tertentu saat bermain. Disini saya coba berikan sedikit, sesuai ingatan saya.
a.
Wak Udin
Dalam permainan ini, satu anak bersujud, anak-anak yang lain meletakkan sebuah telapaknya pada tubuh belakang anak yang bersujud tadi. Seorang anak menggenggam sesuatu dan memindahkan sesuatu itu pada telapak tangan tiap-tiap anak secara berurutan. Saat memindahkan sesuatu yang digenggam tersebut, dinyanyikanlah lagu ‘Wak Udin’ hingga selesai. Lalu disuruhlah anak yang bersujud menebak, di tangan siapa jatuhnya sesuatu benda tersebut, setelah semua anak menggenggam tangannya.
Ini lagunya:
“Wak wak Udin, Wak Udin hendak kawin. Potong kerbau pendek, potong kerbau panjang. Cak guncil lewe lewe… cak guncil lewe lewe…”
Dalam permainan ini, satu anak bersujud, anak-anak yang lain meletakkan sebuah telapaknya pada tubuh belakang anak yang bersujud tadi. Seorang anak menggenggam sesuatu dan memindahkan sesuatu itu pada telapak tangan tiap-tiap anak secara berurutan. Saat memindahkan sesuatu yang digenggam tersebut, dinyanyikanlah lagu ‘Wak Udin’ hingga selesai. Lalu disuruhlah anak yang bersujud menebak, di tangan siapa jatuhnya sesuatu benda tersebut, setelah semua anak menggenggam tangannya.
Ini lagunya:
“Wak wak Udin, Wak Udin hendak kawin. Potong kerbau pendek, potong kerbau panjang. Cak guncil lewe lewe… cak guncil lewe lewe…”
b. Panjang Pendek
Permainan ini menggunakan dua belah telapak tangan yang disatukan. Seolah bermain wayang, jari-jari menjadi anak wayang. Jari tengah menjadi Si Panjang, jari manis berperan menjadi Anak, jari telunjuk menjadi Emak. Disini terjadi dialog antara Anak dan Emak. Saat anak bertanya kepada Emak, maka jari manis kedua tangan menari bersilang-silang, begitu juga jika Emak berbicara, maka jari telunjuk menari bersilang – silang, Jari tengah juga demikian jika Si Panjang merasa senang. Dua ibu jari diletakkan di ujung dagu saat permainan dilakukan.
Jika tarian jari yang bersilang-silang terjadi kesalahan atau tidak cepat menari bersilang-silang, maka permainan digantikan anak yang lain.
Ini lagunya:
Jari Manis: “Emak…Emak, Potong si Panjang ni…”
Jari Telunjuk: “Mengapa dia dipotong”
Jari Manis: “Takut aku sama dia”
Jari Telunjuk : “Banyak orang di dunia ni, panjang pendek serupa saja”
Jari Tengah: “Pak pong…Pak Pong…Pak pong pak pong pak pong…”
c. Hantu Dengut
Hantu Dengut: “Mana emakmu?...”
Budak:”Pegi ke pasar”
Hantu Dengut:”Menjual apa?”
Budak:”Menjual bubu”
Hantu Dengut:”Mana bubunya?”
Budak:”Di atas atap”
Hantu Dengut:”Boleh kumakan?”
Budak:”Makanlah”
Ngut ngut hantu dengut…ngut ngut hantu dengut ..
Ngut ngut hantu dengut…ngut ngut hantu dengut ..
d. Tong Along Along
“Tong Along along, kericing riang-riang, Ketapang kuda palong, arak arak minyak arab, pecahkan telur sebijik…taaarrr…”
Saat melagukan, anak-anak yang terdiri dari 3 atau 4 orang duduk melingkar sambil mengepalkan tangan dan disusun bertingkat. Tangan bergoyang goyang, hingga bait terakhir pada lagu, yaitu ‘taaarrr’ maka kepalan paling bawah terbuka.
Sambil semua kepalan terbuka, bersama-sama mengangkat dan menurunkan tangan yang bersatu itu. Kemudian anak anak bernyanyi lagu berikut;
e. Ram Ram Pisang
“Ram ram pisang, pisang masak sebiji, bawa gonggong bawa lari. Bak…bak buuur…”
Kedua belah tangan masing-masing diangkat keatas, tetap dalam kesatuan, seolah-olah melarikan sesuatu. Permainanpun berakhir sambil bersorak sorai.
f. Lemang Semambu
Empat atau 5 anak duduk melingkar. Kedua tangan diletakkan ke lantai. Seorang anak menjadi pemimpin dan menekankan hanya tangan kirinya ke lantai. Tangan kanannya difungsikan sebagai penjamah. Tiap-tiap tangan kawan-kawannya, sambil berlagu:
“Mang semambu, kuala sambau. Hujan nunut, mandi katong. Sirih rabit, pinang jawi. Sintak peluk Tuan Putri Enam Dewa”.
Setiap suku kata dari lagu diatas, tangannya menjamah bergiliran. Tangan yang terjamah pada akhir lagu, menjadi bebas dan diangkat pada dada yang bermain. Jika tangan yang sebelah lagi terjamah pada akhir lahu, maka diletakkan di atas kepala.
Lagu berulang-ulang sampai seluruh anak eletakkan tangan di dada dan kepala. Kemudian bergiliran, anak yang menjadi pemimpin bertanya:
Pemimpin: “Apa dijunjung?”
Jawab: “Bakul”
Pemimpin: “Apa dijurus?”
Jawab: “Rotan”
Pemimpin: “Apa kilik?”
Jawab: “Sumpit”
Pemimpin: “Apa tungkat?”
Jawab: “Lemang”
Ketika si anak ditanya, tangan yang di kepala di letakkan di dada dan dipeluk erat. Lalu pemimpin berbuat seolah-olah mencincang tangan kawannya, sambil berlagu:
“Pak…pak…si pungguk, si pungguk mati akar, Tuan Haji ke padang, bersunting daun, sehari tak dipandang serasa setahun”.
Kemudian dia bertanya pula kepada kawannya:
“Peti besi atau peti kayu?”
Jawab: Peti besi (jika dijawab “peti kayu” berarti menyerah kalah)
Pimpinan: “Mana kuncinya?”
Jawab: “Jatuh ke lubuk”
Pimpinan: “Kalau diselam?”
Jawab: “Merah mata”
Pimpinan: “Kalau disuduk?”
Jawab: “Patah suduk”
Pimpinan: “Kalau dijala?”
Jawab: “Koyak jala”
Mendengar jawaban tersebut, pimpinan berkata, “Kalau begitu, lebih baik diselam saja…ngup!”, dengan sekuat tenaga pemimpin menarik tangan, dan yang ditarik mempertahankan pelukannya.
Jika terbuka, ia menunjukkan telunjuknya sambil berujar, “ini kuncinya”, maka dia menjadi pemenang dan mendapat Tuan Putri Enam Dewa.Permainan ini bisa sampai berguling guling dan menjadi tertawaan kawan yang lain.
g. Rangkai Rangkai Periuk
Seluruh tangan berkaitan sesama kelingking bergerak turun naik, sambil berlagu:
“Rangkai, rangkai periuk, Periuk dari jawa, Sumbing sedikit terantung tiang para, wak wak wit…siapa ketawa kena cubit”
Lingkaran yang terkait tadipun diputuskan, lalu masing-masing menutup mulut menahan tawa. Jika ada yg tersenyum nyaris tertawa, maka yg disampingnya mencupit seperti menggelitiki.
Yang kena cubit bertanya, : “Kenapa saya dicubit?”
Jawab: “Curi lada saya”
Tanya: “Mana budak kata?”
Lalu ditunjuk oleh yang mencubit, salah seorang anak yang ikut bermain. Lalu yang kena cubit mencubit anak yang ditunjuk. Lalu muncul pertanyaan dan jawaban seperti diatas, begitu seterusnya hingga saling menunjuk. Sampai semua saling mencubit setengah menggelitik.
Masih banyak lagi jenis lagu dibuat untuk permainan anak-anak Melayu. Misalnya saja ada sebuah permainan yang diberikan orangtua atau anggota ,keluarga kepada bayi yang baru bias duduk, yaitu dengan mengajarkannya membuka jari jemari dan menutup kembali jari jemarinya, sambil bernyanyi berulang ulang:
“Minta cekur udang gemit. Minta cekur bagai kunyit”
Untuk melatih anak agar tidak celat dan bias menyebut huruf “r”, maka dibuat mainan lagu yang diucapkan berulang-ulang hingga fasih:
“Ular menjalar di pagar wak umar”
h. Tam Tam Buku
“Tam
tam buku, seleret tiang bahu,
Patah lembing, patah paku,
Anak belakang tangkap satu
Bunyi lonceng pukul satu”
Ada pula permainan untuk bayi, dengan menyentuh nyentuhkan telapak si bayi dengan telunjuk, terus ke lengan, sambil berlagu dan tersenyum:
“Cuk…cuk melukut, berambang gentang, dimana tikus nyuruk, di bawah batang”
Ketika kata di bawah batang maka telunjuk diarahkan ke ketiak si bayi sambil setengah menggelitik, hingga bayi tertawa-tawa.
Ada pula saat bayi sedang terduduk atau mulai pandai berdiri, maka si ibu atau anggota keluarga mengajaknya bermain dengan menepuk-nepuk dua tangan, sambil berlagu:
“Pok amai amai belalang kupu kupu, bertepuk kita pandai diupah air susu. Susu lemak manis santan kelambir muda, anak usah nangis diupah tanduk kuda. O, kuda…O, kuda…orang betanduk, engkau tidak, alih bertanduk bercabang tiga”.
Ada pula bayi diajak bermain dengan menimangnya, sambil melagukan, diantara baitnya antara lain:
“Timanglah tinggi tinggi, timang keatas atap. Belumlah tumbuh gigi, sudah pandai membaca kitab.
Timanglah tinggi tinggi,naik duri nipah. Belum tumbuh gigi, sudah tahu minta cepah.
Mang sigalimang, timang kepala labu. Asik kita bertimang, tak tentu kain baju”.
Masih banyak jenis permainan anak Melayu yang dilakukan dengan berlagu, inilah khazanah moyang yang tiada boleh lesap tertelan permainan yang tak berfaedah.
"Cak cak uncang anak elang bidadari, habis kau uncang larikan ke tepi, injik injik batang terinjik pokok padi, pabila Atok datang membawa parang panjang, buat apa parang panjang, penebas buluh telang, buat apa buluh telang, pembuat tali leher, buat apa tali leher, penjerat kuda belang, buat apa kuda belang, buat mainan anakku, siapalah namanya, Budak Melayulah namanya….*(m muhar omtatok)
Patah lembing, patah paku,
Anak belakang tangkap satu
Bunyi lonceng pukul satu”
Ada pula permainan untuk bayi, dengan menyentuh nyentuhkan telapak si bayi dengan telunjuk, terus ke lengan, sambil berlagu dan tersenyum:
“Cuk…cuk melukut, berambang gentang, dimana tikus nyuruk, di bawah batang”
Ketika kata di bawah batang maka telunjuk diarahkan ke ketiak si bayi sambil setengah menggelitik, hingga bayi tertawa-tawa.
Ada pula saat bayi sedang terduduk atau mulai pandai berdiri, maka si ibu atau anggota keluarga mengajaknya bermain dengan menepuk-nepuk dua tangan, sambil berlagu:
“Pok amai amai belalang kupu kupu, bertepuk kita pandai diupah air susu. Susu lemak manis santan kelambir muda, anak usah nangis diupah tanduk kuda. O, kuda…O, kuda…orang betanduk, engkau tidak, alih bertanduk bercabang tiga”.
Ada pula bayi diajak bermain dengan menimangnya, sambil melagukan, diantara baitnya antara lain:
“Timanglah tinggi tinggi, timang keatas atap. Belumlah tumbuh gigi, sudah pandai membaca kitab.
Timanglah tinggi tinggi,naik duri nipah. Belum tumbuh gigi, sudah tahu minta cepah.
Mang sigalimang, timang kepala labu. Asik kita bertimang, tak tentu kain baju”.
Masih banyak jenis permainan anak Melayu yang dilakukan dengan berlagu, inilah khazanah moyang yang tiada boleh lesap tertelan permainan yang tak berfaedah.
"Cak cak uncang anak elang bidadari, habis kau uncang larikan ke tepi, injik injik batang terinjik pokok padi, pabila Atok datang membawa parang panjang, buat apa parang panjang, penebas buluh telang, buat apa buluh telang, pembuat tali leher, buat apa tali leher, penjerat kuda belang, buat apa kuda belang, buat mainan anakku, siapalah namanya, Budak Melayulah namanya….*(m muhar omtatok)