Tuan Guru Haji Sulong al-Fathoni (1895 – 1954).
Wilayah Patani, Yala, Narathiwat dan sebagian wilayah Songkhla pada abad 18 berstatus sebuah negeri Malayu Islam terkenal di rantau ini.
Patani sebagai pusat tamadun (peradaban) Islam yang banyak melahirkan ulama, walaupun awal abad 20, negeri umat Islam di Selatan Thailand itu hilang status sebagai sebuah negara berdaulat karena ditaklukkan Siam (kini Thailand, red), tetapi masih mempunyai banyak ulama.
Mereka berperanan #belaagama dan belaislam, mempertahankan identitas umat Islam di negeri yang akhirnya masyarakat Islam menjadi minoritas di negara penganut Budha-Thailand. Diantara mereka ialah Tuan Guru Haji Sulong bin Abdul Kadir.
Haji Sulong ketika remaja belajar di Makkah, sekembalinya ke tanah air membuka pondok pesantren dan berjuang menegakkan syariat Islam melalui jalur politik.
Pada tahun 1943, kondisi masyarakat Islam di Selatan Thailand amat tertekan saat pemerintah Phibul (Perdana Menteri Thailand) membatalkan hukum Islam yang terkait dengan kekeluargaan dan pusaka serta memashuhkan posisi mufti (Dato Yatitham). Umat Islam dipaksa menerima undang-undang sipil yang bertentangan dengan syariat Islam.
Akhirnya Melayu Patani membuat pemilihan umum sendiri. Haji Sulong dilantik oleh masyarakat sebagai kadi (hakim) untuk urusan yang terkait dengan undang-undang kekeluargaan Islam tapi posisi itu tak diakui oleh pemerintah Siam yang berpusat di Bangkok.
Sikap diskriminasi pemerintah Siam-Budha terhadap umat Islam di empat wilayah Selatan, membangkitkan kebencian umat Islam kepada pemerintah terutama pegawai-pegawai pemerintah yang sering menipu dan menzalimi rakyat. Tiada kebebasan bersuara, berfikir, bergerak dan berpolitik. Siapa yang mencoba mengingatkan pemerintahan Siam, ditangkap dan dibunuh. Rumah-rumah dibongkar, perempuan lecehkan, nyawa orang Islam tiada harganya.
*Muhar Omtatok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar