Kamis, 28 Januari 2016

Kain Songket Melayu di Sumatera Utara


Songket Melayu Batubara di Provinsi Sumatera Utara sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Ini dibuktikan berdasarkan sumber tertulis "Mission to East Coast of Sumatera 1823" yang ditulis John Anderson, seorang utusan Inggris yang mengunjungi Sumatera Timur termasuk Batubara pada saat itu. 

Anderson mencatat semua kegiatannya selama berkunjung ke kawasan itu, mulai 30 Desember 1822 sampai 5 April 1823. Misi Anderson saat itu adalah memperluas perniagaan Inggeris dan mengenali hasil-hasil perdagangan dari kawasan Sumatera Timur.
Anderson menjelaskan bahwa pada saat itu orang Melayu Batubara telah mengenakan pakaian khas yang bahannya terbuat dari sutra dan kapas dengan pola-pola berbentuk indah. Beberapa diantaranya dengan baik dibuat dari benang emas. Pakaian buatan mereka itu sebahagian juga terbuat dari bahan benang sutra yang kasar. 


Dari segi sejarah, Songket hanya dipakai golongan bangsawan - keluarga kerabat diraja dan orang besar negeri. Kehalusan tenunan dan kerumitan motif corak songket ketika itu menggambarkan pangkat dan kedudukan tinggi seseorang pembesar.




Di Sumatera, Songket atau Sungkit telah terkenal sejak abad ke-13 yang lampau; kita sebut saja Songket Melayu Batubara, Minangkabau, Siak atau Songket Melayu Palembang. Sejarah dari mana datangnya kain songket itu tidak dapat dipastikan dengan tepat, namun dan asal usul perkataan songket dikatakan berasal daripada sungkit ‘menyungkit’, karena proses menenun dengan menyungkit. 


Songket Batubara kuno, kabarnya memiliki motif paling banyak dibanding motif-motif kuno lain di daerah lain di Sumatera. Disebut Songket Batubara karena khas daerah Kedatukan Batubara, walau juga ditenun terbatas juga di Bedagai, Tebingtinggi, Asahan


Perkembangan waktu, akhir-akhir ini juga dikenal istilah Songket Serdang Bedagai, Songket Langkat, Deli dan sebagainya. Meski bermunculan kreasi Songket kekinian, Songket Batubara masih tetap menjadi pilihan utama, karena nilai sejarah, filsafat, supernatural dan budaya yang sudah tercatat keindahannya. *(M Muhar Omtatok)