Jumat, 02 Maret 2018

Melawan Lupa Tragedi Sumatera Timur 1946



Oleh: Muhammad Muhar - Omtatok

Revolusi Sosial Sumatera Timur disebut oleh sebagian sumber merupakan gerakan sosial di Sumatera Utara Bagian Timur, terhadap penguasa Kesultanan dan Kerajaan Melayu yang mencapai puncaknya pada bulan Maret 1946. Masih menurut sebagian sumber, Revolusi ini dipicu oleh gerakan kaum komunis yang hendak menghapuskan sistem kerajaan dengan alasan anti feodalisme. Revolusi melibatkan mobilisasi orang terorganisir yang berujung pada pembunuhan Sultan, anggota keluarga kesultanan dan Kerajaan Melayu, golongan menengah pro-Republik dan pimpinan lokal administrasi Republik Indonesia.

Beberapa saksi mata mengatakan,
“Ini bukanlah Revolusi Sosial, tetapi pembantaian besar-besaran”.
“Tak usahlah ditabalkan nama peristiwa ini menjadi Revolusi Sosial. Tak ada itu! Ini Pembunuhan masal di Sumatera Timur yang mesti diusut dan kebenaran sejarah mesti diluruskan”.
“Maret berdarah di Sumatera Timur adalah pembantaian masal”.



Apapun itu namanya, mereka yang telah membangun Pesisir Timur Sumatera Utara ini, telah dibunuh secara sadis, perempuan-perempuan diperkosa di hadapan ayahanda dan keluarganya, harta benda dirampas layaknya penggarap merampas hak ulayat.

Yang selamat dan hidup saat itu, harus lari bersembunyi entah kemana membawa nasib, dari satu kampung ke kampung lain, bahkan ada yang ketakutan hingga terdampar ke luar negeri.

Ini sebuah traumatik terwaris yang semestinya ada setawar sedingin bagi mereka dan turunannya di Sumatera Timur ini.

Coba lah kita amati photo photo lampau Sumatera Timur (kini berada di Provinsi Sumatera Utara), yang dahulu indah dengan istana-istana yang berornamen seni tinggi; di saat itu, dibakar habis. Istana Darul Aman Kesultanan Langkat diserbu dan dibakar, Istana Keraton Kota Galuh Kesultanan Negeri Serdang dijarah, Puri Kesultanan Deli dijarah hingga banyak bangsawan Deli diungsikan ke Malaya.  Demikian juga di Asahan, Kualuh, Panai, Bilah, Kota Pinang, dan memporak porandakan Bedagai, Padang - Tebing Tinggi, dan beberapa wilayah batubara dan lainnya.

Alahai, semua negeri di Sumatera Timur sama rata mengalami peristiwa menyedihkan, Seluruh negeri negeri Melayu, Simalungun hingga Karo. Para pembantai seperti diseluk syetan, lesap hilang prikemanusiaan.

Sebetulnya perih hati mengisahkan peristiwa lampau nan masih berbekas hingga kini, entah bila terobati luka meruyak.
*


Di Tanjung Pasir, kini berada di Kabupaten Labuhanbatu Utara, ada sebuah Kesultanan Melayu bernama Kualuh. Malam itu, 3 Maret 1946, sebagian besar penghuni Istana Kualuh sedang terlelap, dan ada pula yang sedang sholat. Tiba-tiba terdengar suara pintu dipukul-pukul keras dari luar.

“Mana Tengku Besar? Mana Tengku Besar?” teriak orang-orang yang datang dengan senjata tajam. Tengku Besar adalah gelar bagi Tengku Mansoer Sjah, putra Sultan Kualuh. Rupanya, malam itu Tengku Mansoer Sjah tidak tidur di istana, tapi di rumah yang lain.

“Tuanku mana? Mana Tuanku?” Tuanku adalah panggilan bagi Tuanku Al Hadji Moehammad Sjah, Sultan Kualuh.
Dengan paksa, Tuanku yang sedang beribadah itu, mereka bawa ke kuburan Cina, Lalu Tengku Besar juga dijemput dan dibawa ke tempat yang sama.

Tengku Darman Sjah, adik Tengku Besar, malam itu sedang berada di kuburan istrinya yang baru saja meninggal dunia. Dia tak henti membacakan ayat-ayat Al-Quran. Malam itu, dia pun ikut dibawa. Di kuburan Cina itu mereka disiksa. Lalu ditinggalkan.

Pagi harinya, seorang nelayan yang lewat melihat tubuh mereka terkapar tapi masih bernyawa. Dengan bantuan masyarakat, dibawalah ketiga keluarga kesultanan tadi ke istana untuk kemudian dirawat.

Tapi, sekitar pukul 11 siang, datang lagi sekelompok orang yang ingin membawa sultan dan kedua putranya. Mereka orang yang berbeda dari yang datang di malam sebelumnya.

“Rakyat menginginkan Tuanku dan kedua putranya dibawa ke rumah sakit,” kata salah seorang dari mereka.
“Usahlah, biar kami saja yang urus,” ujar istri Sultan.

Tapi sekelompok orang yang datang itu memaksa tanpa ada adab bersopan. Dan kerabat istana tak dapat berbuat apa-apa. Mereka pun dibawa entah ke mana dan hingga kita tak pernah terkabar. Kerabat istana yang lain, termasuk perempuan ditawan selama lebih dari satu bulan. Mereka dibawa ke sana kemari, dari Rantau Prapat hingga Siantar, mereka disiksa bathin dan kejiwaan.

“Bila kalian hendak membunuh kami, tunggulah Obang (Azan) selesai dikumandangkan, dan izinkan kami sembahyang sekejap.  Ini permintaan kami kepada kalian yang tak satupun kami kenal ini”, pinta Tuanku.

“Ah, tak penting sholat. Bunuh mereka !”, perintah pemimpin pembunuhan  itu.

Tersayat hati mengenang peristiwa pembunuhan ini. Tak terhitung berapa banyak korban di Kualuh, Panai, Kota Pinang, atau juga Sultan Bilah – Tuanku Hasnan terbunuh beserta sekian banyak lainnya.

“Macam ditetak sebatang buluh,
Ditetak buluh kecai terbelah;
Macam tak bertuhan mereka membunuh,
Mangkatlah bangsawan tiada bersalah”
*

Di Kesultanan Langkat, peristiwa ini pun tak kurang menyedihkan. Tak sedikit perempuan diperkosa dihadapan orangtuanya, lelaki dibantai teramat sangat mengejamkan. Di Kesultanan kaya ini, kehilangan banyak petinggi yang bermutu dan pakar.

Adalah Tengku Amir Hamzah, seorang sastrawan, Pangeran Langkat hulu serta wakil Pemerintah Republik Indonesia, juga turut dibunuh.

Pada 7 Maret 1946 dengan kendaraan terbuka, Tengku Amir Hamzah dan lainnya dijeput paksa. Saat itu ia berbaju putih lengan panjang, ia sempatkan melambaikan tangannya pada orang-orang yang ingin menyalaminya di jalan. Bersama tahanan lain, Amir dikumpulkan di Jalan Imam Bonjol - Binjai, lalu dikirim ke perladangan Kuala Begumit untuk disiksa dan dibunuh.

Anehnya, beberapa orang pemuda ternyata sempat mendatangi Tengku Kamaliah, istri Amir Hamzah, untuk memintakan apa-apa yang kiranya perlu dikirimkan kepada Tengku Amir Hamzah di camp penyiksaan.

“Ini lah daku titipkan teruntuk suamiku, juadah satu siya(rantang)- masakan Melayu. Dan ini sehelai kain sembahyang, dan sepasang baju teluk belanga putih, kerana Ku Busu tak lepas dari menderas Al qur’an saban hari, bawakan lah ini Al qur’an untuk beliau”, ujar Tengku Kamaliah.

Di tempat yang lain di Kuala Begumit, nyatanya pakaian Tengku Amir Hamzah diambil, diganti dengan celana goni. Para tahanan diperintahkan menggali lubang; untuk kuburan mereka sendiri.

Satu demi satu para tahanan ditutup rapat matanya. Tangan diikat kuat ke belakang.
Sang algojo ternyata tak lain adalah Mandor Iyang Wijaya.

Sebelum melakukan pembunuhan, ia mengabulkan permintaan terakhir Tengku Amir Hamzah. Tengku Amir Hamzah meminta dua hal.

Pertama, ia meminta tutup matanya dibuka karena ingin menghadapi ajalnya dengan mata terbuka. Kedua, Tengku Amir Hamzah meminta waktu untuk sholat sebelum hukuman dijatuhkan.
Kedua permintaan Tengku Amir ini entah kenapa dikabulkan mereka.

Usai sholat, Sang Pujangga pun menerima ajalnya. Ia pergi menghadap Allah dalam usia 35 tahun dengan Kepala terputus dari badan.

“Aduhai dimana batang jerami,
Batang jerami usah dikerat;
Alahai dimana hati nurani,
Membunuh pejuang kekasih rakyat”
*


Pada tarikh 7- 8 Maret 1946, para Bangsawan Melayu Batubara diculik dan dikumpulkan di Labuhan Ruku.
Kemudian pada hari selasa 12 Maret,  mereka dibawa ke penjara di Pematang Siantar.

Tak lama berselang,  pada 26 Maret 1946 mereka dibawa lagi di Kampung Merdeka Berastagi,  tanpa kepastian untuk apa bahkan diintimidasi.
Di tanggal 30 Juni,  mereka dibawa lagi ke Raya Simalungun.
Selanjutnya pada 1 Juli 1946 dipindahkan ke Bah Birong.

Bangsawan Perempuan dibawa ke Tanjung Balai  pada 23 Maret 1946 - Juli 1946. Mereka ditawan dan hanya diberi makan dari bahan makanan ternak.

Semua harta benda dirampas dan tanah mereka sudah dipancang.
Kaum bangsawan yang dipulangkan, terpaksa hidup di ladang dan hutan.
Penyiksaan dan pembunuhan tak terhitung jumlahnya. Ada yang matanya dicongkel, kemaluan disayat sayat. Bahkan ada yang dicincang dan dibuang ke laut.

Sebut saja beberapa korban, yaitu: Tengku Nur bin Tengku Busu Abdul Somad Indrapura, Tengku Anif Indrapura, Wan Bakhtin kemanakan Wan Sakroni Tanah Datar, Orang Kayo Syahbandar Indrapura, Orang Kayo Achmad cucu Datuk Limo Puluh, Orang Kayo Musa juru tulis Datuk Limo Puluh, Saudagar Sohor dari Sungai Balai Kedatukkan Suku Duo.
*


Ada lah pula Tengku Sortia bin T alhaji Jamta Melayu, cucu dari Tengku Tebing Pangeran, ia adalah Tengku Penasihat Negeri Padang di Tebing Tinggi. Saat itu ahad malam 3 maret 1946, beliau sedang berada di rumah perkebunan Tongkah milik kerajaan di wilayah Kampung Muslimin yang kini terletak antara Simalungun dan Serdang Bedagai. Bersama istrinya, Panakboru Nunum Purba gelar Puang Maimunah dan anak-anaknya, ia didatangi Barisan Harimau Liar.

“Raja  mana… Raja  mana!”, ucap rombongan. Tengku Sortia digelari Raja , karena beliau pemimpin tertinggi di perkebunan tembakau itu.

“Rajo sodang sembahyang Isya, Kojap yo”, ujar Puang Maimunah.
Sebelum berujung kalimat Puang Maimunah, rombongan terus memasuki rumah dan membawa Tengku Sortia yang sedang bersujud dalam sholatnya.

Puang Maimunah mengikuti dari kejauhan. Dan Tengku Sortia dibawa ke tepi sungai deras, tidak diketahui apa yang terjadi.  Bisa saja dibunuh sadis dan dihanyutkan ke sungai.  Yang pasti rumah panggung milik beliau dijarah dan dibakar.

Hingga akhir hayatnya Puang Maimunah seperti hilang kesadaran,  acapkali ia menyusuri sungai,  acapkali pula ia menangis mengharapkan suaminya kembali.

“Begitu pisau hendak diasah,
Usah nafsu diperturutkan;
Begitu perih mengenang kisah,
Sebuah sejarah yang menyedihkan”
*

3 Maret 1946, azan subuh belum lagi berkumandang di Tanjung Balai, Kesultanan Asahan.

Ketika itu, Tengku Muhammad Yasir - cucu Sultan Asahan yang ke X - Tuanku Muhammad Husinsyah, menyambut kedatangan ayahandanya yang baru tiba dari istana. Ayahnya baru pulang berjaga-jaga karena terdengar kabar akan ada penyerangan.

Rumah keluarga Tengku Yasir tak jauh dari Istana Asahan. Kedua lokasi tersebut sama-sama berada dalam lingkaran Kota Raja Indra Sakti, yang di tengahnya terhampar lapangan hijau.

Ketika itu, Tengku Yasir, yang berusia 15 tahun, membukakan pintu untuk ayahandanya. Dia lalu menatap ke arah lapangan hijau di depan rumahnya. Ada sekelompok orang merayap ke arah istana. Yasir melihat pakaian mereka biasa saja. Tapi, mereka membawa senjata api juga senjata tajam.

“Ontu(ayahanda) , tengoklah itu, Ntu!” ujar Yasir pada sang ayah sambil menunjuk ke arah lapangan. Melihat apa yang terjadi, mereka kemudian masuk ke rumah.
Pukul enam pagi itu, istana diserang sekelompok orang. Tuanku Sjaiboen Abdoel Djalil Rachmatsjah, Sultan Asahan waktu itu, dapat melarikan diri dari belakang istana. Dia berlari disesuatu tempat yang tersembunyi.

Satu jam kemudian, sejumlah orang datang ke rumah Tengku Yasir. Dia dan ayahnya dibawa. Tapi Tengku Yasir kesulitan berjalan karena tapak kakinya sedang sakit dan diperban. Melihat kaki Yasir yang sakit dan mengeluarkan bau tak sedap, dia tak jadi dibawa. Tengku Yasir pun lari ditengah sakitnya, menyelamatkan diri ke rumah Tengku Haniah, kakak sepupunya.

Rupanya, di rumah itu pun tak ada lagi lelaki. Semua sudah diculik sekelompok orang yang melakukan penyerangan. Dan tak lama datang lagi sekelompok orang untuk membawa mereka.

Sebuah dokumen Belanda memperkirakan bahwa revolusi sosial 1946 ini menelan korban pembunuhan sebanyak 1200 orang di Asahan, belum lagi di negeri-negeri lain di Sumatera Timur. Dari Sungai Londir saat dievakuasi dikemudian hari, menemukan banyak kerangka korban yang terkubur tak teratur, bahkan ada di dinding-dinding tanah.


*
Sebetulnya masih banyak yang hendak saya kisahkan dari peristiwa nyata yang mengharukan ini. Namun tak kuat saya melanjutkan untuk menuliskan kisah-kisah kebenaran sejarah ini. Terlalu sedih hati  menuliskan kekejaman masa lalu yang berbekas hingga kini di hati puak Melayu di Sumatera Utara.

Aduhai Datuk Keramat Tasik Sijenggi,
Sedih pilu Bentan Telani;
Duhai Allah, begitu perih hati kami,
Mengenang kisah kekejam ini


Sabtu, 24 Februari 2018

Silat Harimau


Silat Harimau 

Di negara ini ada sejumlah aliran yang menggunakan jurus harimau yakni Cikalong (Jawa Barat), Melayu Sumatera Timur (Sumatera Utara) misalnya Ababil Hijaiyah
dan perkumpulan lainnya. 

Di luar negera jangan ditanya lagi peminatnya sangat besar. Ini tantangan bagi negara ini, jangan sampai orang sini belajar silat kepada orang Belanda, Jerman, Australia, Inggris atau Amerika.

Khusus untuk Silat Harimau Melayu Sumatera Timur yang ada di Sumatera Utara. Terus terang,  kesulitan menemukan narasumber (pesilat) yang menguasai Silat Harimau. Kalau pun ada, bukan guru besarnya melainkan orang (murid) yang pernah belajar Silat Harimau dengan salah satu pecahannya yang terkenal di Tanjung Pura yakni, Silat Ababil Hijaiyah. 

Padahal dalam banyak kisah, hikayat, hingga dongeng; silat harimau begitu banyak disebutkan. Bahkan 'Denai' - Jejak Harimau disebut membawa ilham dalam beladiri Melayu.

Berdasarkan tulisan dari Majalah Jurus No. 20 / Th.I /Juni 2000 bertajuk Harimau Hijaiyah dari Langkat disebutkan, “Pada PON ke-IX tahun 1977, di kelas 65-70 kg tanding putra juara pertamanya memiliki gaya bertanding yang unik. Bahkan oleh pesilat lain ia dibilang terlalu menantang. Si juara tersebut adalah Ahmad Bukhari Ramzan dari Perguruan Harimau Hijaiyah-Langkat, punya gaya khas dengan membentangkan kedua tangannya satu ke atas yang lain ke bawah lebar-lebar mengundang serangan lawan setiap posisi bersiap. 

Dia tidak melakukan kuda-kuda seperti umumnya. Tetapi begitu lawan menyerang apakah dengan tendangan atau pukulan, langsung disambut dengan terkaman pacih Harimau Hijaiyah atau jurus kombinasi kait dan gedor yang kuat, cepat, siku, lutut, dan lengan semua bergerak.” 

Suka atau tidak suka, jurus Silat Harimau mana pun yang ada di dunia termasuk yang disegani di antara jurus-jurus yang lain tetapi silat bukan tergantung jurus melainkan kembali ke manusianya. 

Satu hal yang sedikit difahami awam setakat ini, adalah pengertian dari jurus meniru gerakan harimau. Contoh: jurus harimau tidak selalu menngutamakan cakaran (clawing, ripping) dan posisi merangkak berjalan seperti seekor harimau. Seni bertempur silat didasarkan gabungan pelbagai teknik cakaran, cengkeraman, tendangan dan lain sebagainya sampai berujung kepada maut. Di sinilah terjawab teka-tekinya, agaknya harimau pun tak sedemikian “canggih” cara bertempurnya dalam jarak dekat hanya manusianya saja yang menafsirkannya demikian hebatnya.

Dalam sebuah sumber asing ditulis bahwa Di Melayu Langkat Sumatera Timur tepatnya di Tanjungpura, dapat ditemukan aliran Silat Harimau disebut Harimau Hijaiyah. Di sini, saat-jurusnya sesuai dengan huruf Hijaiyah atau tulisan Arab, dari Alif, Ba, Ta, dan Takat Ya.

Silat Harimau Hijaiyah didirikan oleh Syarifuddin bin Mohammad Kahar. Abdul Jalil disebut Atuk  Guru Tua pendiri silat Hijaiyah juga. Abdul Jalil  sendiri adalah anak dari seorang syekh dari Naqshbandi di Kota Pinang, Rantau Prapat Sumatera Timur.

.....

Petikan tulisan itu menyebutkan:
"In  Langkat Malay, (Sumatra East), precisely in Tanjongpura, can be found the flow of Silat Harimau is called Tiger Hijaiyah. Here, the moment-jurusnya in accordance with the letters Hijaiyah or Arabic script, from Alif, Ba, Ta, and so takat Yes.

Silat Harimau Hijaiyah was founded by Syarifuddin bin Mohammad Kahar. Abdul Jalil , called Atuk Old Master, founder of Silat Hijaiyah too. Abdul Jalil  himself was the son of a sheikh of the Naqshbandi in Kota Pinang, Rantau Prapat Sumatra East.

In the article "Hijaiyah Tiger", has a style that is unik.Si champion Ahmad Bukhari Ramzan of College Tiger Hijaiyah langkat. He has a style stretched one hand up and the other down in the wide, such as inviting the opponent to attack.

"He did not do horses like a general. But once the opponent to attack, whether with kicks or punches, instantly greeted with terkaman "paci" Tiger Hijaiyah or a combination of hooks and knocked stance is strong and fast. Can wear anything Ramzan do. Either elbow, knee, arm, or the palm and fist, "writes the magazine.Hijaiyah Silat Harimau is then developed into neighboring country, Aceh, and also spread to the peninsula, such as Kuala Lumpur, Johor and Penang).*[Muhar Omtatok] 

Bunga Mas


Bunga mas adalah suatu bentuk adat bertoleransi perkawanan,  dari Penguasa-Penguasa Melayu kepada negeri yang berjiran. 

Seperti yang dikirim setiap tiga tahun sekali dari Terengganu, Kelantan, Kedah, dan Pattani, kepada Raja Siam, dan ini menjadi sikap berlebihan pihak Melayu kepada bukan Melayu. 

Bunga Mas sama seperti 'Bunga Balai'  dalam adat tradisi Melayu di Sumatera Timur,  cuma Bunga Emas ini terdiri dari pahatan pokok kecil dari emas dan perak, yang pemberiannya biasa diikuti dengan hadiah lain seperti kain, senjata dan hamba sahaya. 

Menurut catatan dalam Hikayat Mahawangsa, sebuah bunga mas dikirim oleh penguasa Kedah sebagai mainan untuk pangeran Siam. 

Namun toleransi Melayu yang 'si trenah' ini, dalam pandangan Raja Siam, bunga mas dianggap sebagai lambang ketundukkan dan upeti. 

Kebiasaan ini berakhir pada tahun 1909, setelah penandatanganan Perjanjian Inggris-Siam,  pemerintahan Inggris mengambil alih kuasa di sebagian besar bagian utara semenanjung Melayu.
Lalu Melayu akhirnya membayar mahal dan sangat terugikan melebihi Bunga Mas,  yaitu Pattani Darussalam pun  menjadi negeri jajahan Siam alias Thailand hingga kini.

Minggu, 04 Februari 2018

Bingka Labu Ambun



Bahan-bahan:

6 butir telur
150 gram gula
200 ml santan pekat
50 gram tepung terigu ,
1 sdt vanili bubuk
½ sdt garam
150 gram Ambun dikukus, haluskan
(Ambun adalah sejenis labu Cucurbita moschata, labu merah),
Mentega secukupnya, untuk olesan
Tepung terigu secukupnya, untuk taburan.

Cara membuat:

Panaskan santan dan gula sambil dikacau kacau hingga mendidih.
Angkat dan biarkan dingin. Kocok telur hingga putih dan mengembang, masukkan labu ambun kukus yang telah dihaluskan, kocok perlahan hingga rata. Tambahkan garam dan vanili, kacau.
Masukkan tepung terigu dan santan secara bergantian sambil dikacau perlahan hingga tercampur rata.
Tuang adunan ke loyang diameter 18 cm yang telah diolesi mentega dan ditaburi sedikit tepung terigu.
Panggang dengan suhu 180 derajat celcius selama 25 menit hingga tanak.
Angkat dan keluarkan dari loyang.
Setelah dingin, potong-potong.*(muhar)


 



Kamis, 01 Februari 2018

Kampung Melayu Jakarta


Kongsi Niaga atau Perusahaan Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC) yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah persekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perniagaan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada pula Geoctroyeerde Westindische Compagnie yang merupakan persekutuan dagang untuk kawasan Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan multinasional pertama di dunia sekaligus merupakan perusahaan pertama yang mengeluarkan sistem pembagian saham.

Terkabar bahwa pada tahun 1619 saat VOC mulai menaklukan Jayakarta,  di masa VOC itu lah awal berhimpunnya orang-orang beretnis Melayu. 


Menurut pemerhati sejarah yang juga pendiri Komunitas Historia Indonesia, Asep Kembali, leluhur Kampung Melayu memang merupakan etnis melayu yang berasal dari utara Selat Malaka, utara Pulau Sumatera, Singapura, Malaysia dan sekitarnya.

Adalah Wan Abdul Bagus, seorang kapitan pasukan Suku Melayu yang berperan besar di masa VOC berniaga di Nusantara pada akhir abad 17 dan awal abad 18. 
Beliau juga dikenal sebagai pendiri Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur di Batavia atau Jakarta sekarang.


Wan Abdul Bagus adalah seorang Puak Melayu yang lahir di Pattani (kini Pattani menjadi wilayah Melayu di Selatan Thailand), yang merupakan putera dari seorang Melayu  bernama Encik Bagus.

Di masa VOC,  Wan Abdul Bagus dikenali juga sebagai kepala pasukan atau kapitan  yang membantu timbal balik  dengan alasan dan kepentingan masing-masing bagi VOC dan pihak Wan Abdul Bagus.

Mengenai kampung tempat orang-orang Melayu tinggal, Menurut Heuken, Kapitan Wan Abdul Bagus-lah yang “mendirikan Kampung Melayu di Meester (Cornelis).”

Menurut Alwi Shahab dalam Betawi Queen of the East (2004), di daerah yang sekarang bernama Kampung Melayu, dulu tinggal pasukan melayu pimpinan Kapitan Wan Abdul Bagus. Agak ke selatan lagi, ada bawahan Wan Abdul Bagus bernama Encek Awang asal Sumatera yang tinggal bersama pasukannya. Encek Awang dan orang-orang Melayu itulah yang menjadi cikal-bakal daerah bernama Cek Awang (kini dikenal menjadi Cawang).

Wan Abdul Bagus meninggal pada usia tua di tahun 1716. Seharusnya jabatan kapitan beralih kepada puteranya yang bernama Wan Muhammad dari istri pertama,  ditambah lagi Wan Muhammad juga sudah menikah dengan perempuan bangsawan bergelar Syarifah,  namun Wan Muhammad wafat sebelum ayahnya berpulang. 
Akhirnya jabatan Kapitan beralih kepada Wan Abdullah,  anak Wan Abdul Bagus dari istri orang kebanyakan. 

Kapitan Wan Abdullah saat menjabat banyak berbeda langkah terhadap VOC.  Hingga setelah ia,  tidak tercatat lagi ada kapitan disitu dari etnis Melayu. *(muhar) 



Jumat, 19 Januari 2018

Raja Ahmad Thabib Penyengat


Orang Melayu mengenal sejenis minuman tradisional sebagai penyegar badan,  yaitu Serbat atawa Sorbat.
Berbahan dasar halia,  buah pelaga,  kayu manis,  pandan,  & bahan lainnya.
Disebut Syarbat Zanjabil dalam bahasa Arabnya.

Namun agaknya berbeda Syarbat Zanjabil yang diramu Raja Ahmad Thabib, ia mampu menjadi ubat untuk berbagai penyakit di masa itu.

Raja Ahmad Thabib bin Raja Hasan bin Raja Ali Haji adalah seorang ulama dan tabib (dokter) di Kesultanan Riau.  Ibunya adalah Raja Maimunah, puteri Raja Abdullah atau al-Marhum Mursyid Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga ke IX. Berdasarkan catatan Raja Muhammad Yunus Ahmad, disebutkan bahwa Raja Ahmad Thabib lahir tahun 1282 H/1865 M di Pulau Penyengat Indera Sakti.

Berdasarkan buku catatan Raja Muhammad Sa’id bin Raja Jaafar, disebutkan bahwa beliau memiliki 12 orang saudara. 
Mereka adalah:
1. Raja Abdullah Hakim (seorang ulama besar, Hakim Kerajaan Riau-Lingga),
2. Raja Khalid Haitami (ulama dan tokoh politik, meninggal dunia di Jepang sewaktu menjalankan urusan rahasia),
3. Raja Ahmad Thabib,
4. Raja Manshur,
5. Raja Mariyah,
6. Raja Qamariah,
7. Raja Umar (Mudir Mathba’ah Al-Ahmadiah yang pertama),
8. Raja Ali Andi,
9. Raja ‘Abdur Rasyid,
10. Raja Kaltsum,
11. Raja Rahah, dan
12. Raja ‘Amimah.

Sumber tentang Raja Ahmad Thabib ditulis oleh Raja Muhammad Yunus bin Raja Ahmad dalam Peringatan, No.1, th.1, Mei 1939, dicetak oleh Al-Ahmadiah Press, 101 Jalan Sultan, Singapura. Dalam tulisan tersebut terdapat gambar Raja Ahmad Thabib ketika berusia 77 tahun. Dalam tulisan tersebut disebutkan, pada tahun 1299 H (1881 M) Raja Ahmad Thabib berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Setelah menunaikan ibadah haji dan mengunjungi seluruh Tanah Arab, beliau baru kembali ke Penyengat pada tahun 1300 H (1882 M).

Di tahun 1301 H (1883 M), Raja Ahmad Thabib mendapat pengakuan sebagai tabib (dokter) di Penyengat dan mulai menjadi tabib patikuler.

Selanjutnya,  beliau mendapat besluit bertarikh 25 Rabiulawal 1319 H (1901 M), No. 6/8,  tanda pengangkatan  Raja Ahmad Thabib,  sah menjadi tabib resmi kerajaan.
Semasa Tuanku Sultan Abdulrahman Muazzam-Syah dimakzulkan oleh Belanda,  Raja Ahmad Thabib pun dipensiunkan pada tahun 1911 M.

Berdasarkan tulisan Raja Muhammad Yunus Ahmad dalam Peringatan, di Penyengat sendiri ada beberapa orang tabib yang terkenal di antaranya adalah Tabib Engku Haji Daud.

Raja Ahmad Thabib menghasilkan beberapa buah karya tulis, di antaranya adalah:
1. Syair Nasihat Pengajaran Untuk Memelihara Diri,
2. Syair Tuntutan Kelakuan,
3. Risalah Rumah Ubat Raja Haji Ahmad Pulau Penyengat Riau.
Beberapa karya mengenai ilmu pengubatan Raja Ahmad Thabib antara lain:
1. Khasiat dan Kaifiat Guna Ubat Tuan Brokdes dan
2. Tuan Setman Napal Negeri Holanda. Karya ini disusun oleh Raja Sa’id bin al-Marhum Raja Ahmad dari beberapa dokumen yang terdapat dalam Rumah Ubat Raja Ahmad Thabib. Dokumen-dokumen tersebut hanya beberapa lembaran-lembaran dengan tanggal penulisan 1 Muharam 1323 H. Penulisan dilakukan di Penyengat. Dalam dokumen tersebut disebutkan kandungan nama-nama ubat (baca: obat) dalam bahasa asing dan kegunaannya.

Beberapa lembar dokumen membicarakan pengubatan selain yang tersebut di atas, dapat dipastikan karangan Raja Ahmad Thabib, meskipun judul sebenarnya belum diketahui. Isinya antara lain membahas tentang nadi. Manuskrip yang tidak lengkap tersebut dapat ditemui dalam kitab Thaiyib al-Ihsan fi Thibb al-Insan karya Syeikh Ahmad al-Fathani. Dari sini dapat dipastikan bahawa Raja Ahmad Thabib sempat belajar kitab Thaiyib al-Ihsan fi Thibb al-Insan karya Syeikh Ahmad al-Fathani karena mulai dari halaman depan kitab tersebut hingga akhir terdapat catatan-catatan tulisan tangan Raja Ahmad Thabib. Sebagaimana manuskrip Raja Ahmad Thabib membahas nadi dan pemeriksaan penyakit melalui air kencing, dalam karya Syeikh Ahmad al-Fathani juga terdapat pembahasan mengenai hal tersebut.

Tulisan Raja Ahmad Thabib selanjutnya, “Fasal Yang Pertama Pada Menyatakan Nadi Yang Bernama Zahabi: Jika ditekan perlahan-lahan, maka keras pukulnya di atas, alamat banyak angin panas dalam anggotanya.

Dan jika ditekan perlahan-lahan, maka ada pukulnya jatuh, barangkali terasa sedikit-sedikit, alamatnya paru-parunya kembang, banyak sejuk.

Dan jika ditekan perlahan-lahan, maka tidak ia memukul di atas, maka ada ia memukul di dalam sedikit-sedikit, alamat banyak balghamnya (balgham = lendir atau dahak) bercampur angin dan ketul balghamnya itu.

Dan Fasal Yang Kedua Pada Menyatakan Nadi Yang Bernama Turabi: Jika ditekan perlahan-lahan, maka ada pukulnya perlahan-lahan di atas, alamat ada angin sejuk, maka menjadi lesu tubuhnya.

Dan jika ditekan keras, maka pukulnya pun keras, alamat ada angin panas pada tubuh.
Dan jika ditekan perlahan-lahan, maka pukulnya itu keras, alamat dalam perutnya terlalu sangat panas.

Dan jika ditekan perlahan-lahan, maka tiada sekali-kali ia memukul…” (naskah rusak, tidak dapat dibaca).

Ada pun pemeriksaan melalui air kencing Raja Ahmad Thabib menulis sebagai berikut, “Fasal Yang Ketiga Pada Menyatakan Melihat Kepada Air Kencing: Bermula jika warna air kencingnya itu kuning pertengahan alamat tabiatnya itu sederhana.

Dan jika sangat kuningnya, hampir kepada merah, alamat panas tubuhnya.
Dan jika warna itu sangat merahnya, alamat sakitnya itu di dalam dada, tetapi sejuk. 

Dan jika warnanya merah bercampur kuning, alamat panas sekalian badan, dan angin, dan demam, dan terkadang yang demikian itu lendir dan darah, maka bisa, serba salah. Tidur pun tidak boleh. Jika tidak boleh, panas, kencing sakit, huap semuanya sampai ke hati. 

Dan jika warnanya merah semua, lagi cair, alamat hangus segala badan, darah dan tulang di dalam badan semuanya buruk. Dan tempat kencing sudah luka, ke sungai kecil sakit dan terkadang keluar nanah, atau darah, atau keluar kura kuning-kuning. 

Dan tiada boleh tidur dan bisa ari-ari.
Dan jika warnanya merah atau pekat, alamat luka tempat kencing dan demam siang malam, dan kurus badannya. Tiada boleh tidur, dan hatinya rosak. Lagi tabiatnya ketakutan sentiasa seperti gila.
Dan batuk selama-lamanya kemudian keluar darah … “

Di antara jenis ubat-ubatan yang paling mujarab dan dulu sangat terkenal di lingkungan masyarakat Melayu masa itu adalah Syarbat Zanjabil. Serbat Halia ala Raja Ahmad Thabib ini,  telah terbukti banyak menyembuhkan pelbagai penyakit dalam seperti sakit jantung, sakit tulang, sakit kuning dan lain-lain.

Koleksi ubat Raja Ahmad Thabib yang juga sangat terkenal adalah dua jenis minyak yang dipakai secara turun temurun dalam keluarga Raja Ahmad Thabib. Kedua minyak tersebut adalah Minyak Mengkasar dan Minyak Bau. Kedua jenis minyak tersebut berfungsi untuk jenis sakit luar, seperti perut masuk angin, disengat binatang berbisa, bahkan kedua-duanya juga berfungsi untuk ubat keseluk-an/kerasukan, kejang-kejang dan lain-lain.
Pengubatan Melayu lainnnya yang dikuasai Raja Ahmad Thabib adalah operasi atau pembedahan.
Pada satu peristiwa Raja Ahmad Thabib pernah membedah pasiennya hanya dengan sembilu (buluh yang ditajamkan seperti pisau). 

Peristiwa tersebut terjadi ketika di Pulau Penyengat dan Tanjungpinang belum terdapat peralatan pengobatan modern. Dikisahkan bahwa sebelum melakukan pembedahan yang sangat mendesak dan mendadak Raja Ahmad Thabib menggambarkan pembedahan itu hanyalah untuk pertolongan sementara saja, karena ketahanan pasien hanya sekitar antara tujuh sampai sepuluh jam saja.

Untuk menyelamatkan pasien tersebut, semestinya pasien harus dibawa ke Singapura supaya diberi pengubatan yang lebih modern. Pelayaran dari Tanjungpinang ke Singapura ketika itu memakan masa tujuh jam. Ternyata pasien selamat ketika dibedah (operasi) dan selanjutnya dalam perawatan moden di Singapura pasien tersebut juga selamat.


Sabtu, 13 Januari 2018

Kosa Kata Bersantun Kepada Bangsawan


Orang Melayu semua adalah sama adanya, tiadalah tersekat oleh merah atau birunya darah. Namun diantara kehebatan puak Melayu ialah Mempunyai adab bersantun dalam bahasa, yang indah dan mampu menaut hati.

Dahulu ada Kosa Kata Bahasa Melayu yang dipergunakan terbatas dalam berbicara dengan  kaum bangsawan Melayu. 

Berikut beberapa kata dan padan kata yang saya bagi untuk memulangkan ingatan kita akan kayanya bahasa bersantun orang kita terhadap kaum bangsawan di masanya.


Contoh beberapa kata dan padan kata:

1. Bersantap = Makan dan minum 
(Contoh pemakaian:
 “Sila bersantap , Tengku”. 
Bangsawan boleh menjawab: 
“Terimakasih, Daku baharu lepas makan”).
2. Beradu = Tidur
3. Bersiram = Mandi
4. Gering =  Sakit
5. Surai = Rambut
6. Patik = saya (diucapkan rakyat menghadap bangsawan)
7. Mengerak sila = Bangkit dari tempat untuk pulang.
8. Junjung kasih  = Terimakasih
9. Kurang  periksa = Tak tahu; tak faham; ‘kurang periksa’ adalah padan kata yang sopan, namun masih lebih sopan padan kata ‘kurang cerap’.
10. Ku =  Ya, digunakan oleh orang kebanyakan kepada Raja untuk menyatakan Ya atau menyetujui ucapan.
11. Ampun kurnia = maaf
12. Anugerah/kurnia = beri; hadiah
13. mencemar duli = berjalan; pergi ke
14. berkenan = sudi; suka akan
15. Beta = Saya, dipakai oleh Sultan, Raja Muda, Raja  dan isteri gahara baginda masing-masing dalam tulisan atau pertuturan kepada rakyat. Jika diluar itu memakai kata Beta, berarti menunjukkan kesombongan diri,  keakuan,  atau bahasa dalam tulisan sastra saja. 
16. Hari keputeraan = Ulang Tahun.
17. Hulu = kepala.
18. Iram-iram = Payung.
19. Kaus = kasut dll.
20. Menghadap = menjumpai.
21. Murka = marah.
22. Peraduan = tempat tidur; katil.
23. Semayam = bertempat tinggal.
24. Sembah = memberi salam.
25. Ayap = Makan atau minum (digunakan berkaitan dgn orang biasa), lawan santap (digunakan bagi raja).
26. Ayapan = Makanan (diberi oleh raja kepada orang biasa).
27. Berair-= Basuh tangan sebelum menjamah makanan.
28. Beranggar = tempat duduk sementara
29. Berasa = Sakit (digunakan khas kepada putera-puteri yang kecil)
30. Berasa ulu =  Sakit kepala.
31. Berputera = bersalin atau beranak.
32. Disemadi = dikebumi.
33. Duli Tuanku- debu, habuk di bawah tapak kaki Raja, sesuatu perkara yang hendak disampaikan kepada Paduka Seri Sultan, Raja Muda, Raja Di Hilir dan isteri gahara baginda.
34. Kecerapan = Keterangan.
35. Kurang cerap =  kurang periksa atau tidak tahu
36. Pacal = hamba kpd raja; kata ganti nama diri pertama apabila berkata-kata dgn raja; lebih rendah dari patik.
37. Rimbit = Mengandung atau hamil.
38. Seberhana = Sepasang.
39. Seperanak nasi = Setengah jam.
40. Sepiak pinang = Sebentar lagi.

*M Muhar Omtatok