Senin, 15 Juli 2013

Pringan Hitam Lagu Melayu - sumatera timur



Guru Sauti


oleh:  ™ Muhar Omtatok

Sauti dilahirkan pada 16 Mei 1903 di Pantai Cermin, sebuah kota kecil pesisir pantai timur Sumatera Utara sekitar 54 KM dari Medan.  Ayahnya bernama Tatih dan Ibunya bernama Asmah. Sejak remaja Sauti muda sudah gemar berolahraga terutama bermain sepak bola. 

Di samping itu ia juga gemar bermain musik. Setelah menyelesaikan sekolahnya pada Normalschool Inland Hulpoderwijzers (sekolah pendidikan guru) tahun 1921 di Pematang Siantar, Sauti langsung ditempatkan menjadi guru Inlandschool (sekarang SD) di kota itu juga. Pada tahun 1926 Sauti dipindahkan menjadi guru SD di Sunggal. Setahun kemudian Sauti menjadi Kepala Sekolah Governement Inlandschool (SD Negeri) di Simpang Tiga Perbaungan. 

Karirnya di bidang pendidikan terus meningkat. Pada tahun 1941 sampai tahun 1946 Sauti diangkat menjadi Guru kepala pada sekolah Sambungan Medan II di Medan. Kemudian setelah itu dia jadi Pemeriksa Sekolah untuk wilayah Serdang, Padang dan Bedagai yang berkedudukan di Perbaungan. Pada tahun 1950, Sauti menjadi Penilik Sekolah diperbantukan pada Perwakilan Jawatan Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sumatera Utara sampai ia pensiun. Sauti meninggal dengan tenang di usia 60 tahun, tepatnya di bulan 21 Agustur 1963 (4 Rabiul Akhir 1383). Jenazahnya dikebumikan di kompleks pemakaman Bangsawan - Mesjid Raya Perbaungan – 38 km ke timur Medan.
Adalah seorang tokoh tari lagi bersama Sauti yaitu Orang Kaya (OK)  Adram. Bahkan Sauti dan OK. Adram bersama menarikan Serampang Dua Belas pada pergelaran Muziek en Toneel Vereeniging Andalas tanggal 9 April 1938 bertempat di Grand Hotel Medan . Namun kedua tokoh ini memiliki orientasi yang berbeda. Sauti lebih mengutamakan tari Serampang Dua Belas dapat dan mudah dipelajari secara massal dengan membagi ragam-ragamnya, sedangkan OK. Adram mengutamakan kemampuan spontanitas penari secara klasik.
Orientasi Sauti semakin jauh meninggalkan OK. Adram, meski tetap harmonis, setelah pertunjukan pertama kritik tajam muncul dari Andjar Asmara melalui suratkabar Pewarta Delinya. Andjas mengatakan tari Serampang Dua Belas masih sebagai tari Pulau Sari yang sangat menjemukan dan melelahkan. Kritik ini seperti petir di siang bolong yang mencambuk dan membuat Sauti lari berpacu dan membenahi karyanya lagi. 

Lagu Pulau Sari mulanya adalah lagu yang berasal dari kesenian rakyat Melayu Sumatera Timur. Hanya saja, Lagu dan tari Pulau Sari mulanya adalah tarian yang tidak atau belum ditata dengan pendekatan koreografis. Tarian ini selalu dijadikan medium untuk mengukur atau melihat kemampuan menari di rakyat lapisan bawah, dan panjang tarian tidak terbatas, bergantung kepada siapa di antara penari yang menyatakan kalah. Melihat keberadaan lagu dan tari  Pulau Sari ini,  Sauti berkeinginan mengubahnya menjadi tarian yang lebih tertib dan terukur baik ragam maupun gerak-geraknya. 

Setelah pertunjukan pertama,  Sauti terus berproses menyempurnakan karyanya. Tiga tahun kemudian yaitu pada tahun 1941, untuk kedua kalinya Sauti menampilkan tari Serampang Dua Belas untuk masyarakat Serdang. Kegiatan pertunjukan yang kedua ini dalam rangka malam dana dan amal untuk membantu rakyat Serdang yang dilanda musibah banjir. Pertunjukan ini dikordinir oleh kelompok panitia yang tergabung dalam Commitee Bandjir Serdang. Ketika itu Sauti masih bersama OK. Adram dan pasangannya ketika menarikan tari Serampang Dua Belas untuk membantu masyarakat Serdang. 

Sejak penampilan kedua, Sauti terus aktif berkesenian. Sebagai seorang putra Melayu Serdang ia terus mencermati kesenian  Melayu yang ada disekitarnya. Kecintaannya kepada kesenian Melayu ia wujudkan dengan mendirikan kumpulan tari yang dipimpinnya sendiri. Pada tahun 1942 sampai tahun 1944 kumpulan Guru Sauti sering tampil mempertunjukkan tari-tari Melayu terutama untuk pembesar-pembesar Jepang dan anak sekolah. Semangat memperkenalkan dan mengembangkan tari Melayu kepada masyarakat luas semakin terus menggelora di jiwa Sauti. 

Masa-masa sulit justru didilaluinya dengan memperkuat kumpulannya. Terbukti pada sekitar tahun 1945 sampai 1948 Sauti masih sempat mengembangkan tari-tarian Melayu terutama Serampang Dua Belas kepada Masyarakat Sumatera Utara. Pada tahun 1949, Sauti telah merampungkan dan menyusun pola dasar tari ciptaaanya seperti, Lenggang Patah Sembilan, Melenggok Mak Inang, Serampang Dua Belas, Tari Biasa dan lain-lain.  




Ketika Presiden Republik Indonesia Soekarno dan Ibu Fatmawati berkunjung ke Medan tahun 1951, Guru Sauti mendapat kepercayaan untuk menyambut Presiden dan Ibu negara dengan memimpin penampilan tari Serampang Dua Belas. Ketika itu penarinya adalah Ida Daulay, Nurma, Tenzur dan Tennar. Sementara musik pengiringnya dimainkan oleh Orkes Budaya.  

Pertunjukan Serampang Dua Belas berikutnya terjadi pada bulan November 1952 oleh Yayasan Budaya Medan pimpinan Schoolopziener (Penilik Sekolah) Abdul Wahab. Kala itu Abdul Wahab sudah menjabat Kepala Jawatan Kebudayaan Sumatera Utara. Penampilan kali ini Guru Sauti menarikannya sendiri bersama pasangannya encek Khalijah Abidin. Sejak saat itu tari Serampang Dua Belas yang ditarikan Sauti dan pasangannya encek Khalijah Abidin sangat popular. 


Perjalanan tari Serampang Dua Belas dan Guru Sauti semakin luas dan panjang. Masa-masa keemasan tari Melayu di tangan Sauti semakin cemerlang. Tahun 1954 Guru Sauti ditunjuk untuk memimpin duta seni Sumatera Utara ke RRC. Di negara tirai bambu itu Sauti sempat mengajarkan tari Melayu pada Akademi Seni Tari di Peking.  Setahun berikutnya pada tahun 1955 sebuah perusahaan film di Jakarta Radial Film Coy membuat film Serampang Dua Belas.


Sauti langsung sebagai bintang utamanya. Menurut Almarhum OK. Habibullah (di Batang Kuis), ia sempat menyaksikan film tersebut dan penontonnya sangat membludak hingga gedungnya terasa sesak. Sukses dengan film Serampang Dua Belas, Radial Film Coy menggarap film Tanjung Katung dan Guru Sauti tetap menjadi bintang utamanya. 

Pada tahun itu juga Guru Sauti diminta mengajarkan tari Serampang Dua Belas kepada Ibu Fatmawati Soekarno, Ibu Rahmi Hatta dan beberapa istri pejabat RI lainnya. Kesempatan berikutnya Serampang Dua Belas dan Guru Sauti tampil di Jakarta untuk menyambut misi kebudayaan India dan  di Yogja dalam rangka 200 tahun kota Yogja. 

Sementara kursus tarinya yang ia dirikan di Medan terus kebanjiran siswa bahkan sebahagian diantaranya dari kalangan masyarakat Tionghoa. Di masa itu juga Guru Sauti mengembangkan tari ciptaannya sampai Riau daratan dan kepulauan Dabo Singkep. Puncak dari kegemilangan Serampang Dua Belas ketika itu ditandai dengan diselenggarakannya festival tari Serampang Dua Belas tingkat nasional di Jakarta, Surabaya dan di Medan pada tahun 1963. 

Tengku Mahkota Serdang - Radjih Anwar setelah tahun 1949 lebih banyak mengembangkan tari Serampang Dua Belas di Jakarta. Kemudian ia bersama murid-murid dan keturunannya mempelopori lahirnya studio tari Melayu di Jakarta. Studio pertama tari Melayu di Jakarta adalah Syailendra pimpinan Muchlis Ismyran dengan pelatihnya  yaitu M. Junus BS, Ery, Husein dan Habil Ibrahum yang beralamat di Tanah Tinggi Bunder, Kramat Raya 47 Jakarta Pusat. *