Kamis, 07 Oktober 2010

TENGOK - TENGOKLAH (3)

MAKAM SULTAN ABDUL JALIL RAHMATSYAH DI BELAKANG MASJID LAMA - PULO RAJA (ASAHAN). 8 METER DARI MAKAM SULTAN ADA MAKAM IBUNDA BELIAU SITI UNGU SELENDANG BULAN (PUTRI UNAI - PUTRI RAJA PINANG AWAN GELAR MANGKATDI JAMBU)




TUANKU SULTAN SYAIBUN ABDULJALIL RAHMATSYAH (5 Oktober 1906 - 6 April 1980). PADA PUKUL 11 TGL 19 SYAFAR 1353(15 JUNI 1933), PEDUKO TONGKU BOSAR SYAIBUN DINOBATKAN & DITABALKAN MENJADI SULTAN NEGERI ASAHAN DI ISTANA KOTA RAJA INDRA SAKTI – TANJUNG BALAI. KARENA SULTAN DINOBATKAN PADA HARI KAMIS, MAKA PADA JUM'AH MANIS 16 JUNI 1933, DIADAKAN ACARA DULI TUANKU & TEPUNG TAWAR DI SINGGASANA KESULTANAN ASAHAN.
TENGKU NURULASYIKIN BINTI TENGKU PANGERAN BENDAHARA NEGERI BEDAGAI, ESOKNYA KEHADAPAN BALAI PENGHADAPAN NAIK KE ATAS SINGGASANA LEPAS BERIJAB KABUL & DIDAULAT MENJADI TENGKU PERMAISURI NEGERI ASAHAN


SULTAN KE XII PEMANGKU ADAT MELAYU NEGERI ASAHAN - Dr. TUANKU KAMAL ABRAHAM ABDUL JALIL RAHMATSYAH. PUTRA BONGSU TUANKU SULTAN SYAIBUN ABDULJALIL RAHMATSYAH

Kesultanan Melayu Asahan bermula kira-kira pada abad XVI, yaitu ada saat Sultan Abdul Jalil ditabalkan sebagai Sultan Asahan yang pertama dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah. Ayahnya ialah Sultan Aladdin Mahkota Alam Johan Berdaulat (Sultan Alaiddin Riayat Syah “Al Qahhar”), Sultan Aceh ke XIII yang memerintah sejak tahun 1537 – 1568, sementara ibunya adalah Siti Ungu Selendang Bulan, anak dari Raja Pinang Awan yang bergelar “Marhum Mangkat di Jambu”. (Pinang Awan terletak di Kabupaten Labuhan Batu). Sebelumnya, Aceh telah menaklukkan negeri-negeri kecil di pesisir Sumatera Utara dan di dalam salah satu pertempuran inilah Raja Pinang Awan terbunuh dan anaknya Siti Ungu dibawa ke Aceh dan menikah dengan Sultan Alaiddin.
Sampai dengan saat ini Kerajaan Asahan telah memiliki 12 orang Sultan yang dihitung menurut Silsilah dan keturunan Raja – raja Asahan, antara lain :

1. Sultan Abdul Jalil
2. Sultan Saidisyah
3. Sultan Muhammad Rumsyah
4. Sultan Abdul Jalil Syah II (mangkat 1765)
5. Sultan Dewa Syah (1756 – 1805)
6. Sultan Musa Syah (1805 – 1808)
7. Sultan Muhammad Ali Syah (1808 – 1813)
8. Sultan Muhammad Hussein Syah.
9. Sultan Ahmad Syah
10. Sultan Muhammad Husein Syah II
11. Sultan Saibun Abdul Jalil Rahmatsyah
12. Sultan Kamal Abraham Abdul Jalil Rahmatsyah

TENGOK - TENGOKLAH (2)


M MUHAR OMTATOK dalam sebuah pertunjukan budaya tutur Melayu


ADE DARMA BERMAIN GAMBUS. Saat mengiringi M MUHAR OMTATOK dalam sebuah pertunjukan budaya tutur Melayu


FIRMAN BERMAIN VIOL & ARIF MEMUKUL GENDANG. Saat mengiringi M MUHAR OMTATOK dalam sebuah pertunjukan budaya tutur Melayu


SYAFRIZAL & YUDI. Dua Penari Melayu di Medan. Tampak gagah saat bertandak


PENABALAN DATUK SERI DIRAJA BATANG KUIS. OK Khaidar Aswan ditabalkan gelar adat Wazir Negeri Serdang Kedatukan Batangkuis di Batang Kuis Kab Deli Serdang, OK Khaidar Aswan akhirnya berubah gelar menjadi Datuk Seri Di Raja yang ditabalkan Pemangku Adat Sultan Negeri Serdang Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, Minggu (3/10/2010)


TENGKU RYO & SULTAN SERDANG. Tengku Ryo Riezqan gelar Tengku Merdangga Diraja bersama Pemangku Adat Sultan Negeri Serdang Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, usai Penabalan Datuk Seri Diraja Batang Kuis.


SENIMAN KAMPONG. Usai menghibur dan menghidupkan budaya Melayu, Seniman Melayu ini berehat dan ada pula duduk di tikar sambil bersantap apa yang disuguhkan.


ATOK BERSYAIR. Atok Jabal ini sedang bersyair Melayu. Mengenang budaya dulu, biar tak hilang digerus zaman



AHMAD BAQI. Seorang seniman yang pernah dimiliki Melayu




LILY SUHAIRY. Lili Suhairy, sampai akhir hayatnya pada 2 oktober 1979, selama 25 tahun memegang pimpinan Orkes Studio RRI Nusantara I Medan. Tahun 1970, misalnya, sebuah perusahaan rekaman piringan hitam mengeluarkan satu album band The Rollies. Disertakan juga lagu Selayang Pandang, yang penciptanya disebut sebagai anonim. Padahal itulah salah satu lagu Lili yang berhasil dan sempat populer di tahun 50-an di seantero tanah air. Waktu itu Lili sempat protes. Tapi karena pihak perusahaan mengaku memang tak tahu betul, dan undang-undang yang ada pun tak mendukung protes seniman jenis itu, komponis itu akhirnya diam. Setasiun KA Aras Kabu Begitulah Lili. Perjalanan hidupnya membuatnya lebih percaya kepada musik. Lili memperkaya perbendaharaan musik kita dengan 182 lagu dengan warna langgam Melayu yang khas. Sebut saja lagu Bunga Tanjong yang dibawakan Rubiah, diciptakan Lily Suhairy bersama Ahmad Ja'far yang direkam di Singapura. Lahir di Bogor, 23 Desember 1915, besar di Sumatera Utara. Sempat menyelesaikan Mulo -- setingkat SMP. Pengetahuan musiknya diperoleh dari seorang Jerman di Medan. Dan minatnya itu diam-diam terus terpupuk ketika 1934 ia bekerja di perusahaan rekaman 'His Master's Voice' di Singapura. Lagu pertamanya tercipta ketika dia dikecewakan seorang gadis: Hatiku Patah. Tiga tahun di rantau orang, kembali ke Medan karya-karyanya mulai lahir. Salah satunya berjudul Pemuda Indonesia. Lagu bertema perjuangan itu sempat memasyarakat dalam Perang Kemerdekaan. Karena itulah antara lain dia ditangkap Belanda -- dan disiksa. Pada mata kakinya sebelah kanan, juga ketika jenazahnya dimandikan, ada bekas luka bakar itu. Justru masa-masa pahit itulah --zaman Jepang, dan kemudian Perang Kemerdekaan -- masa subur Lili. Bunga Tanjong, Bunga Teratai, Selendang Pelangi, Rayuan Kencana, Aras Kabu, -menurut BJ Soepardi (pianis yang pernah bekerja sama dengan Lili) dalam acara RRI Jakarta mengenang almarhum, disebutnya sebagai lagu-lagu besar yang lahir di zaman itu. Aras Kabu misalnya menggambarkan sebuah pesawat Sekutu yang menukik dan memberondong Setasiun Kereta Api Aras Kabu. Orang-orang bergelimpangan, mati di depan Lili yang sedang berada di setasiun itu dan kebetulan selamat. Lagu instrumentalia itu sampai sekarang mungkin masih tersimpan di RRI Medan. Nasib Lili memang tak gemilang. Sampai akhir hayatnya, meski menjadi pimpinan Orkes Studio Medan (OSM) selama 25 tahun, ia belum tercatat sebagai pegawai tetap RRI sana--hanya honorer. Honor terakhir yang diterimanya berjumlah Rp 45 ribu sebulan. Dan dia sendiri memang tak pernah berusaha mengurusnya. Lili sempat mempunyai tiga isteri dalam hidupnya. Yang dua sripanggung Medan di tahun 40-an, yang ketiga seorang penyanyi. Hanya ada dua anak-dari isteri kedua saja: Bakti dan Dewi Jinggawaty. Tapi Lili dan Dewi Tum, isteri keduanya, rupanya harus bercerai ketika Jinggawaty baru berusia beberapa bulan. Pernah Jinggawaty yang ikut ibunya, ketika usia 11 tahun selama satu tahun ikut ayahnya. Cerita Ida Surya, isteri ketiga Lili yang dinikahinya dua tahun sebelum ajal lili, yang menyanyikan Figurku,saat menjaga Lili di rumah sakit, meski waktu dilamar Ida mengajukan syarat Lili berhenti minum, "tapi berhentinya cuma sebulan." tutur Ida. "Mungkin karena frustrasi ayah lari ke minuman keras," kata Dewi Jinggawaty. Haji Dahlan, wartawan senior, pun mengira begitu. "Dia itu pejuang yang jujur. Tapi apa penghargaan yang diterimanya" kata Dahlan. Tapi penghargaan memang pernah diterimanya, paling tidak dua kali. 1975, oleh PWI Cabang Medan--sebagai salah seorang dari 4 seniman setempat yang layak dihormati. Penghargaan kedua diterimanya dari Departemen P & K bersama beberapa seniman tua dari daerah, Maret 1979, lalu, di Jakarta. Penghargaan terakhir itu sangat berkesan di hatinya, karena diserahkan Menteri Daoed Joesoef- teman sejak kecilnya. Tapi Figurku yang ingin didengarnya kembali pada saat-saat terakhirnya, mungkin bisa menjelaskan frustrasi Lili. Menurut Haji Dahlan, lagu itu diciptakan Lili seusai Perang Kemerdekaan. Tapi Figurku memang bernada sendu dan syairnya pun menyuarakan satu penyesalan.

TENGOK - TENGOKLAH (1)


MASJID RAYA MEDAN. Masjid Raya Al-Mashun Medan merupakan salah satu bangunan bersejarah peninggalan Sulthan Deli dan masih dipergunakan oleh masyarakat Muslim untuk Sholat & kunjungan para pelancong. Dibangun semasa Tuanku Sultan Ma’moen Al Rasyid Perkasa Alam - penguasa ke 9 Kerajaan Melayu Deli yang berkuasa 1873 - 1924 . Masjid Raya Al- Mashun sendiri dibangun tahun 1906 diatas lahan seluas 18.000 meter persegi, dapat menampung sekitar 1.500 jamaah dan digunakan pertama kali pada hari Jum’at 25 Sya’ban 1329 H ( 10 September 1909)






KOMPLEKS MAKAM DI PENYENGAT. Makam Engku Putri Permaisuri Sultan Mahmud ini terletak di pulau Penyengat Indra Sakti. Pulau Penyengat adalah milik Engku Putri, karena pulau ini dihadiahkan suaminya Sultan Mahmud Syah sebagai mas kawinnya sekitar tahun 1801-1802. Selain itu Engku Putri adalah pemegang regalia kerajaan Riau.
Bangunan makam terbuat dari beton, dikelilingi oleh pagar tembok pada tempat yang ketinggian. Dahulu atap bangunan makam dibuat bertingkat-tingkat dengan hiasan yang indah.
Di kompleks ini terdapat pula makam tokoh-tokoh terkemuka kerajaan Riau, seperti makam Raja Haji Abdullah (Marhum Mursyid)
Yang Dipertuan Muda Riau IX, makam raja Ali Haji, pujangga Riau yang terkenal “Gurindam Dua Belas”, makam Raja Haji Abdullah, makam Mahkamah Syariah kerajaan Riau-Lingga, makam Tengku Aisyah Putri – Yang Dipertuan Muda Riau IX, dan kerabat-kerabat Engku Putri yang lain.
Sejarah Riau mencatat bahwa Engku Putri (Raja Hamidah) adalah putri Raja Syahid Fisabilillah Marhum Teluk Ketapang – Yang Dipertuan Muda Riau IV – yang termashur sebagai pahlawan Riau dalam menentang penjajahan Belanda. Sebagai putri tokoh ternama, Engku Putri besar peranannya dalam pemerintahan kerajaan Riau, sebab selain memegang regalia (alat-alat kebesaran kerajaan) beliau adalah permaisuri Sultan Mahmud, dan tangan kanan dari Raja Jaafar – Yang Dipertuan Muda Riau VI.






MASJID RAYA SULTAN RIAU – LINGGA. Pulau Penyengat merupakan pulau yang berjarak sekitar 6 km di seberang kota Tanjungpinang, Ibu Kota Kepulauan Riau. Terdapat Mesjid yang didirikan pada tanggal 1 Syawal 1249 H (1832 M) atas prakarsa Raja Abdurrahman, Yang Dipertuan Muda Riau VII. Bangunan mesjid ini seluruhnya terbuat dari beton, berukuran 18 x 19,80 meter